Penulis: Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly
Fiqh, 29 Oktober 2003, 04:27:26
Ketahuilah wahai orang yang diberi
taufik untuk mentaati Rabbnya Jalla Sya'nuhu, yang dinamakan orang puasa
adalah orang yang mempuasakan seluruh anggota badannya dari dosa, mempuasakan
lisannya dari perkataan dusta, kotor dan keji, mempuasakan lisannya dari
perutnya dari makan dan minum dan mempuasakan kemaluannya dari jima'. Jika
bicara, dia berbicara dengan perkataan yang tidak merusak puasanya, hingga
jadilah perkataannya baik dan amalannya shalih.
Inilah puasa yang disyari'atkan Allah, bukan hanya tidak makan dan minum
semata serta tidak menunaikan syahwat. Puasa adalah puasanya anggota badan
dari dosa, puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana halnya makan dan
minum merusak puasa, demikian pula perbuatan dosa merusak pahalanya, merusak
buah puasa hingga menjadikan dia seperti orang yang tidak berpuasa.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan seorang muslim yang
puasa untuk berhias dengan akhlak yang mulia dan shalih, menjauhi perbuatan
keji, hina dan kasar. Perkara-perkara yang jelek ini walaupun seorang muslim
diperintahkan untuk menjauhinya setiap hari, namun larangannya lebih
ditekankan lagi ketika sedang menunaikan puasa yang wajib.
Seorang muslim yang puasa wajib menjauhi amalan yang merusak puasanya ini,
hingga bermanfaatlah puasanya dan tercapailah ketaqwaan yang Allah sebutkan
(yang artinya) : “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"
[Al-Baqarah : 183]
Karena puasa adalah pengantar kepada ketaqwaan, puasa menahan jiwa dari
banyak melakukan perbuatan maksiat berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam : "Puasa adalah perisai"[pelindung, red], telah
kami jelaskan masalah ini dalam bab Keutamaan Puasa.
Inilah saudaraku se-Islam, amalan-amalan jelek yang harus kita ketahui agar kita
menjauhinya dan tidak terjatuh ke dalamnya, bagi Allah-lah untaian syair:
Aku mengenal kejelekan bukan untuk berbuat jelek tapi untuk menjauhinya
Barangsiapa yang tidak tahu
kebaikan dari kejelekkan akan terjatuh padanya
1. Perkataan Palsu
Dari Abu Hurairah, Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan (tetap)
mengamalkannya, maka tidaklah Allah Azza wa Jalla butuh (atas perbuatannya
meskipun) meninggalkan makan dan minumnya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/99]
2. Perbuatan Sia-sia dan Kotor
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya) : “ Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu
menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu,
katakanlah : Aku sedang puasa, aku sedang puasa " [Hadits Riwayat Ibnu
Khuzaimah 1996, Al-Hakim 1/430-431, sanadnya SHAHIH]
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam dengan
ancaman yang keras terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan tercela ini.
Bersabda As-Shadiqul Masduq yang tidak berkata kecuali wahyu yang diwahyukan
Allah kepadanya (yang artinya) : “ Berapa banyak orang yang puasa, bagian
(yang dipetik) dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata)" [Hadits
Riwayat Ibnu Majah 1/539, Darimi 2/211, Ahmad 2/441,373, Baihaqi 4/270 dari
jalan Said Al-Maqbari dari Abu Hurairah. Sanadnya SHAHIH]
Sebab terjadinya yang demikian adalah karena orang-orang yang melakukan hal
tersebut tidak memahami hakekat puasa yang Allah perintahkan atasnya,
sehingga Allah memberikan ketetapan atas perbuatan tersebut dengan tidak
memberikan pahala kepadanya. [Lihat Al-Lu'lu wal Marjan fima Ittafaqa 'alaihi
Asy-Syaikhani 707 dan Riyadhis Shalihin 1215]
Oleh sebab itu Ahlul Ilmi dari generasi pendahulu kita yang shaleh membedakan
antara larangan dengan makna khusus dengan ibadah hingga membatalkannya dan
membedakan antara larangan yang tidak khusus dengan ibadah hingga tidak
membatalkannya. [Rujuklah : Jami'ul Ulum wal Hikam hal. 58 oleh Ibnu Rajab]
Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan,
penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid.
Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat
Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok
(PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.
Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=308
Fiqh, 29 Oktober 2003, 04:27:26
Ketahuilah wahai orang yang diberi
taufik untuk mentaati Rabbnya Jalla Sya'nuhu, yang dinamakan orang puasa
adalah orang yang mempuasakan seluruh anggota badannya dari dosa, mempuasakan
lisannya dari perkataan dusta, kotor dan keji, mempuasakan lisannya dari
perutnya dari makan dan minum dan mempuasakan kemaluannya dari jima'. Jika
bicara, dia berbicara dengan perkataan yang tidak merusak puasanya, hingga
jadilah perkataannya baik dan amalannya shalih.
Inilah puasa yang disyari'atkan Allah, bukan hanya tidak makan dan minum
semata serta tidak menunaikan syahwat. Puasa adalah puasanya anggota badan
dari dosa, puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana halnya makan dan
minum merusak puasa, demikian pula perbuatan dosa merusak pahalanya, merusak
buah puasa hingga menjadikan dia seperti orang yang tidak berpuasa.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan seorang muslim yang
puasa untuk berhias dengan akhlak yang mulia dan shalih, menjauhi perbuatan
keji, hina dan kasar. Perkara-perkara yang jelek ini walaupun seorang muslim
diperintahkan untuk menjauhinya setiap hari, namun larangannya lebih
ditekankan lagi ketika sedang menunaikan puasa yang wajib.
Seorang muslim yang puasa wajib menjauhi amalan yang merusak puasanya ini,
hingga bermanfaatlah puasanya dan tercapailah ketaqwaan yang Allah sebutkan
(yang artinya) : “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"
[Al-Baqarah : 183]
Karena puasa adalah pengantar kepada ketaqwaan, puasa menahan jiwa dari
banyak melakukan perbuatan maksiat berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam : "Puasa adalah perisai"[pelindung, red], telah
kami jelaskan masalah ini dalam bab Keutamaan Puasa.
Inilah saudaraku se-Islam, amalan-amalan jelek yang harus kita ketahui agar kita
menjauhinya dan tidak terjatuh ke dalamnya, bagi Allah-lah untaian syair:
Aku mengenal kejelekan bukan untuk berbuat jelek tapi untuk menjauhinya
Barangsiapa yang tidak tahu
kebaikan dari kejelekkan akan terjatuh padanya
1. Perkataan Palsu
Dari Abu Hurairah, Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan (tetap)
mengamalkannya, maka tidaklah Allah Azza wa Jalla butuh (atas perbuatannya
meskipun) meninggalkan makan dan minumnya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/99]
2. Perbuatan Sia-sia dan Kotor
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya) : “ Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu
menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu,
katakanlah : Aku sedang puasa, aku sedang puasa " [Hadits Riwayat Ibnu
Khuzaimah 1996, Al-Hakim 1/430-431, sanadnya SHAHIH]
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengancam dengan
ancaman yang keras terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan tercela ini.
Bersabda As-Shadiqul Masduq yang tidak berkata kecuali wahyu yang diwahyukan
Allah kepadanya (yang artinya) : “ Berapa banyak orang yang puasa, bagian
(yang dipetik) dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata)" [Hadits
Riwayat Ibnu Majah 1/539, Darimi 2/211, Ahmad 2/441,373, Baihaqi 4/270 dari
jalan Said Al-Maqbari dari Abu Hurairah. Sanadnya SHAHIH]
Sebab terjadinya yang demikian adalah karena orang-orang yang melakukan hal
tersebut tidak memahami hakekat puasa yang Allah perintahkan atasnya,
sehingga Allah memberikan ketetapan atas perbuatan tersebut dengan tidak
memberikan pahala kepadanya. [Lihat Al-Lu'lu wal Marjan fima Ittafaqa 'alaihi
Asy-Syaikhani 707 dan Riyadhis Shalihin 1215]
Oleh sebab itu Ahlul Ilmi dari generasi pendahulu kita yang shaleh membedakan
antara larangan dengan makna khusus dengan ibadah hingga membatalkannya dan
membedakan antara larangan yang tidak khusus dengan ibadah hingga tidak
membatalkannya. [Rujuklah : Jami'ul Ulum wal Hikam hal. 58 oleh Ibnu Rajab]
Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan,
penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid.
Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat
Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok
(PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.
Sumber artikel : http://www.salafy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar