07 April 2008

[daarut-tauhiid] Arah QIBLAT

 
From: daarut-tauhiid@yahoogroups.com [mailto:daarut-tauhiid@yahoogroups.com] On Behalf Of luqman.abdul.aziz@id.abnamro.com
Sent: Friday, April 04, 2008 7:31 AM
To: daarut-tauhiid@yahoogroups.com
Subject: [daarut-tauhiid] Arah QIBLAT

ORANG YANG SHALAT BERPALING SEDIKIT DARI QIBLAT, APAKAH HARUS MENGULANGI SHALATNYA?

oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apabila orang yang shalat
telah mengetahui ia berpaling sedikit dari qiblat, apakah dia mengulangi
shalatnya?

Jawaban
Berpaling sedikit dari qiblat tidaklah membahayakan ini berlaku bagi orang
yang jauh dari Masjidil Haram. Karena Masjidil Haram merupakan qiblat bagi
orang yang shalat karena didalamnya ada Ka’bah. Oleh karena itu para ulama
berpendapat : Barangsiapa yang dapat menyaksikan Ka’bah maka wajib baginya
untuk menghadap langsung ke Ka’bah, maka orang yang shalat di Masjidil
Haram menghadap kearah Ka’bah, kemudian tidak menghadap langsung ke
Ka’bah, dia harus mengulangi shalatnya karena shalatnya tidak sah, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Palingkan mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya� [Al-Baqarah : 144]

Kalau orang tersebut jauh dari Ka’bah tidak bisa menyaksikannya walaupun
masih berada di wilayah Makkah wajib baginya untuk menghadap ke arah
qiblat, tidak mengapa berpaling sedikit, oleh karena itu Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada penduduk Madinah.

“Diantara Timur dan Barat adalah Qiblat�[1]

Karena penduduk Madinah menghadap ke Selatan maka setiap apa yang diantara
Timur dan Barat menjadi Qiblat bagi mereka. Demikian pula misalnya kita
katakan kepada orang yang shalat menghadap ke Barat bahwa diantara Selatan
dan Utara adalah Qiblat.

HUKUM SHALAT BERJAMA'AH TIDAK MENGHADAP KIBLAT

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana hukumnya shalat
berjama’ah menghadap selain Qiblat/tidak menghadap Qiblat?

Jawaban
Masalah ini tidak lepas dari dua hal.
[1]. Mereka berada di suatu tempat yang tidak memungkinkan untuk
mengetahui arah qiblat, seperti dalam safar, langit mendung sehingga tidak
ada petunjuk ke arah qiblat, apabila mereka shalat menghadap kearah mana
saja kemudian apabila mereka mengetahui bahwa mereka shalat tidak
menghadap qiblat tidak apa-apa bagi mereka (shalatnya syah), karena mereka
sudah bertakwa kepada Allah menurut kemampuan mereka. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman.

“Bertakwalah kepada Allah semampu kamu� [Ath-Thaghabun : 16]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Apabila aku perintahkan kalian dengan suatu perintah maka kerjakanlah
semampu kalian� [2]

[2]. Mereka berada pada suatu tempat yang memungkinkan bagi mereka untuk
bertanya tentang qiblat, tetapi mereka lalai dan tidak mau bertanya, dalam
hal ini mereka mengulangi (mengqadha) shalat yang mereka kerjakan dengan
tidak menghadap qiblat. Sama saja apakah mereka mengetahui kesalahan
mereka sebelum waktu shalat habis atau setelahnya, karena mereka dalam
masalah ini bersalah dan disalahkan, disalahkan dalam msalah qiblat,
karena mereka tidak sengaja berpaling dari qiblat tetapi mereka bersalah
dalam kelalaian mereka untuk menanyakan tentang qiblat. Seyogyanya kita
mengetahui bahwa berpaling sedikit dari arah qiblat tidaklah membahayakan.
Seperti berpaling kekanan atau kekiri sedikit berdasarkan sabda Rasulullah
kepada penduduk Madinah.

“Diantara Timur dan Barat adalah Qiblat�[1]

Orang-orang yang berdomisili di sebelah utara dari Ka’bah kita katakan
kepada mereka, di antara Utara dan Selatan adalah qiblat, berpaling
sedikit dari qiblat tidak apa-apa

Dan di sini ada masalah yang ingin saya tekankan yaitu : Barangsiapa yang
berada di Masjidil Haram melihat Ka’bah maka wajib baginya untuk menghadap
langsung Ka’bah tidak menghadap ke arahnya, karena apabila berpaling dari
Ka’bah maka ia belum menghadap qiblat. Saya melihat kebanyakan orang-orang
di Masjidil Haram tidak menghadap langsung ke Ka’bah, mereka membuat shaf
bundar memanjang, maka sesungguhnya kebanyakan dari mereka tidak menghadap
langsung ke Ka’bah. Ini merupakan kesalahan besar, wajib bagi orang Islam
memperhatikannya, karena kalau mereka shalat dalam keadaan yang demikian
itu berarti mereka shalat tidak menghadap qiblat.

[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, Edisi Indonesia Majmu
Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab
Ibadah, Penerjemah Furqan Syuhada, Penerbit Pustaka Arafah]
__________
Foote Note
[1]. HR Tirmidzi, Kitabu Ash-Shalat, bab Ma’ Ja’a Anna Ma Baina Al-Masyriq
wal Maghrib Qiblat, dan Ibnu Majah (1011) dan Hakim, dishahihkan dan
disepakati oleh Azh-Zhahabi (Al-Mustadzrak 1/225]
[2]. HR Bukhari, Kitabu Al-Iqtisama bi Al-Kitabi wa As-Sunnati, bab
Al-Iqtida’ Bi Sunnati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Muslim,
Kitab Al-Haj, bab Fardhu al-Hajj

sumber :
http://www.almanhaj.or.id/content/1521/slash/0

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: