Kemarin malam ada keinginan untuk makan ayam goreng khas lamongan, tapi apa daya langganan warung pecel lele dan ayam goreng di pojokan kayu jati dari perempatan mega arah ke pondasi digusur oleh satpol pp jadi hampir dua minggu ini gak makan ayam goreng khas lamongan-nya mas gondrong (para pembeli menyebutnya- tapi namanya sebenarnya namanya edi lamongan).
Akhirnya jadilah makan di tempat pecel lele lain di kayu jati, kemarin malam. Ups, ternyata disana berjubel penuh pembeli, sepintas lalu saya hanya melihat seseorang aja yang melayani pembeli lebih ada 10 pembeli.
Aku ambil kursi dan aku tungguin gerak penjual lele tersebut sampai2 dia gak melayaniku dengan hanya sekedar tanya apa yg dipesanpun tidak terucap.
Datang kerabat atau teman si penjual dengan wajah agak sembab mungkin lagi ada ketegangan diantara mereka, terlihat dari ucapan diantara mereka yang saling meributkan pesanan orang di tempat lain bukannya pembeli yang ada di warung.
Para pembeli tampak sabar menunggu termasuk aku dimana sepintas aku mau balik aja karena gk sabar menunggu, tapi dah jadi niat untuk nunggupun jadi.Yang gak sabar nyeletuk, "Ini warung nasi apa warung tunggu." Memang karena sedikit agak lama ia menunggu.
Akhirnya karena gak dilayani, aku yang aktif untuk pesan dan akhirnya dilayani. Yang menarik ternyata di sini banyak kucing berkeliaran di dekat warung ini, kemungkinan rezeki dari penjual ini karena ada kucing yach, wallahu a'lam.
Jadi yang ingin diperhatikan disini adalah pelayanan itu harus tetap dikedepankan meski pembeli melebihi kuota harian (hingga ambil lele atau ayam atau nasi lagi), karena hal ini menyangkut kepuasan pelanggan. Bisa jadi klo ada pelanggan lama dan kurang terlayani maka ia bisa segera beralih ke lain-nya.
Terimakasih atas perhatiannya semoga dapat bermanfaat sekelumit diary-ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar