350 Gugur, Sejumlah Keluarga Habis, 1650 Luka-luka di Gaza
[ 30/12/2008 - 01:01 ]
In The Name of Allah The Beneficent and The Merciful
Keberuntungan yang Hakiki
Hidup sukses yang hakiki adalah kemenangan tatkala maut menjemput, dan kemenangan di alam kubur serta tatkala manusia berdiri dikumpulkan di Mahsyar dan dibagikan catatan amal serta kemenangan ketika melewati Shirath serta ketika dibukanya catatan amal. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata” Ambillah, bacalah kitab ini sungguh aku yakin aku akan menemui hisab terhadap diriku.” (Qs. al-Haqqah: 19-20). Dan Allah Ta’ala berfirman artinya, “Maka orang itu berada di dalam kehidupan yang di ridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat.( Kepada mereka di katakan) makan dan minumlah dengan sedap disebabkan karena amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah lalu”. (QS. al-Haqqah: 21-24)
Begitu juga Allah Ta’ala telah menjelaskan tentang hambaNya yang mendapatkan kesuksesan dan keberuntungan yang hakiki di dalam ayat-Nya, artinya, “Barangsiapa yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka dia adalah orang yang sukses (beruntung)”. (QS. Ali Imran: 185). Maka kemenangan yang hakiki adalah selamatnya seseorang dari api neraka dan masuknya dia ke dalam surga.
Jalan Keberuntungan dan Keselamatan
Mungkin engkau wahai saudaraku merindukan keberuntungan dan kesuksesan yang sangat besar dan hakiki, sehingga terkadang bertanya-tanya, “Apakah jalan untuk menuju kemenangan yang besar itu?” Maka dengan membaca risalah singkat ini insya Allah pertanyaan-pertanyaan yang ada akan terjawab, Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Tidaklah kami mengalpakan sesuatu apa pun di dalam kitab ini.” (QS. al-An’am: 38), oleh karena itu, hendaklah kita membaca al-Qur’an dan mentadaburi ayat-ayatNya karena dalam al-Qur’an al-Karim terdapat penjelasan lengkap tentang sifat-sifat orang-orang yang beruntung dan amalan-amalan mereka serta menjelaskan sifat-sifat orang-orang yang celaka. Dan di dalamnya juga terdapat penjelasan tempat akhir bagi kedua kelompok tersebut.
Di antara sifat-sifat orang beruntung yang terdapat dalam al-Qur’an al-Karim adalah sebagai berikut :
1. Iman kepada Allah Ta’ala
Iman kepada Allah Ta’ala merupakan azas keberuntungan dan kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang mukmin dan mukminat surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya mereka kekal di dalamnya dan bagi (mereka) ada tempat-tempat tinggal yang baik disurga-surga Adn dan keridhaan dari Allah yang amat besar yang demikian itu merupakan kemenangan yang sangat besar.” (QS.at-Taubah: 72)
Iman menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota badan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Barangsiapa yang mengatakan iman cukup dengan hati, dan amal bukan temasuk bagian dari keimanan, maka dia orang yang terjerumus dalam kekeliruan.
2. Benarnya amal
Keimanan yang hakiki akan menghantarkan pemiliknya kepada ketaatan kepada Allah Ta’ala dan RasulNya, sehingga dia benar-benar akan memperbaiki amalnya dan ikhlas kepada Allah Ta’ala serta sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Wahai orang-orang beriman bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah ucapan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka dia telah beruntung dengan keberuntungan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 70-71)
Dan inilah keterkaitan iman dan amal, sungguh Allah Ta’ala telah menggandengkan antara keduanya di dalam banyak AyatNya, di antaranya firman Allah Ta’ala Artinya, “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal Shalih, maka kelak Allah akan memasukkanya ke dalam rahmat Nya(surgaNya) yang demikian itu merupakan kemenagan yang sangat besar.” (QS. al-Jatsiah: 30)
3. Al-Ittiba’ (mengikuti/ mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dan tidak membuat kebid’ahan (amalan yang tidak ada dasarnya dalam agama) .
Termasuk sifat-sifat orang-orang mukmin yang beruntung yaitu dia berittiba’ dan meningalkan kebid’ahan. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan orang-orang yang pertama masuk Islam dari kalangan muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan, Allah Ridha kepada mereka dan mereka pun ridha KepadaNya dan Dia telah menyediakan bagi mereka Surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Yang demikian itu adalah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100). Sedangkan Ittiba’ dan meninggalkan kebid’ahan tidak akan terealisasi kecuali dengan dua pondasi yaitu Ikhlas kepada Allah Ta’ala dan Mencontoh Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam.
4. Meninggalkan Kemaksiatan
Kemaksiatan itu dapat merusak hati dan menjatuhkan kedudukan seorang hamba dalam pandangan Allah Ta’ala dan mewariskan kehinaan dan menghantarkannya kepada berbagai macam siksaan di dunia maupun di akhirat. Kemaksiatan itu dapat menghilangkan kenikmatan dan menyebabkan kesengsaraan serta menghilangkan barakah umur. Dan tidak ada kemenangan, kebahagiaan dan keselamatan kecuali dengan meninggalkan kemaksiatan.
Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Para malaikat yang memikul Arsy dan yang sekitarNya mereka bertasbih dengan memuji Rabb mereka dan mereka beriman kepada mereka dan mereka memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman ,(mereka berkata) Rabb kami, rahmat dan ilmumu telah meliputi segala sesuatu, maka ampunilah orang-orang yang bertaubat serta mengikuti jalanmu. Lindungilah mereka dari siksa neraka jahim . Wahai Rabb kami masukanlah mereka kedalam Surga A’dn yang engkau janjikan kepada mereka dan yang memperbaiki amalnya dari bapak-bapak mereka dan istri-istri mereka dan keturunan mereka. Sesungguhnya engkau Maha Perkasa lagi Bijaksana dan jagalah mereka dari keburukan-keburukan. Dan barangsiapa yang Engkau jaga dari keburukan-keburukan pada hari itu, maka engkau telah merahmatinya. Yang demikian itu merupakan kemenangan yang sangat besar.” (Qs. Ghafir: 7-9).
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa meninggalkan kejelekan-kejelekan dan menjaga diri darinya merupakan sebab mendapatkan rahmat Allah Ta’ala dan barangsiapa yang dirahmati oleh Allah Ta’ala, maka dia telah mendapat kemenangan yang besar .
5. As-Shidqu (Jujur)
Kejujuran termasuk sifat-sifat orang mukmin yang beruntung, Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Ini adalah hari saat bermanfaat kejujuran orang-orang jujur bagi mereka surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah Ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepadaNya. Yang demikian itu merupakan kemenangan yang besar.” (QS. al-Maidah: 119)
.
6. Takut kepada Allah Ta’ala
Takut kepada Allah Ta’ala menyebabkan seorang hamba meninggalkan kemaksiatan. Sedangkan meninggalkan kemaksiatan membuahkan kemenangan dengan mendapatkan surga dan selamat dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “ Katakanlah, “Aku takut apabila aku bemaksiat kepada Rabbku (dan mendapat) siksa pada hari yang Agung.” (QS. al-An’am: 15-16). Takut kepada Allah Ta’ala merupakan kewajiban bagi setiap orang.
7. Taqwa
Allah Ta’ala mengabarkan di dalam kitabNya tentang keberuntungan orang-orang bertaqwa di Akhirat dan kekalnya mereka di surga dan selamatnya mereka dari api neraka. Lihat QS. Ad-Dukhan: 51-57, Dan Allah memberikan kabar gembira dengan keberuntungan di dunia maupun di Akhirat. Allah Ta’ala berfirman, artinya “orang-orang yang beriman dan bertaqwa bagi mereka ada kabar gembira di dunia dan di Akhirat, tidak ada yang bisa mengubah kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu merupakan keberuntungan yang sangat besar”. (QS.Yunus: 63-64). Dan ketakwaan itu mengumpulkan segala kebaikan yang hakikatnya adalah menghindar dari siksaan Allah Ta’ala dengan ketaatan kepadaNya.
8. Jihad di jalan Allah Ta’ala
Jihad di jalan Allah Ta’ala merupakan amalan paling utama. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhun telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dia berkata, “Amalan apa yang lebih dicinta oleh Allah Ta’ala maka Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” kemudian dia bertanya lagi, “ Kemudian apa ? ” Kemudian beliau menjawab, “ Berbuat baik kepada kedua orang tua. Dia bertanya lagi, “ Kemudian apa lagi ? ” “ Maka beliau menjawab, “ jihad di jalan Allah.” (Muttafaqun‘alaih). Oleh karena itu, Allah Ta’ala menjadikan jihad sebagai sebab keberuntungan yang besar pada hari qiamat. Lihat QS. at-Taubah: 88-89.
9. Tidak mengikuti syaithan baik dari golongan jin maupun manusia.
Termasuk sebab keberuntungan dengan mendapat surga dan selamat dari api neraka. Tidak mengikuti syaitan baik dari gologan jin maupun manusia. Menyelisihi mereka dan menampakkan permusuhan dengan mereka. Lihat Qs. ash-Shaffat: 50-61)
10. Sabar
Berkata Ibnul Qayim, “Sabar merupakan kewajiban berdasar Ijma’(kesepakatan) umat. Ia merupakan setengah dari keimanan, karena manusia memiliki dua bagian, yang satu adalah sabar dan yang lainnya adalah syukur.
Sungguh Allah Ta’ala telah mengabarkan, bahwa sabar merupakan sebab keberuntungan, kemenangan pada hari Kiamat. Lihat Qs. al-Mu’minun: 109-111.
Dan sabar maknanya adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah dan benci (terhadap sesuatu yang menimpa) dan menjaga lisan dari merengek dan menjaga anggota badan dari maksiat. Jadi sabar itu ada tiga bagian: Sabar dalam ketaatan; Sabar dalam mengahadapi musibah; Dan sabar untuk tidak bermasiat.
Oleh : Galih, di sadur dari kutaib “Man al-Faiz” al-Qism al-Ilmi bi daaril wathn
Dikutip dari al-sofwah
Muhammad Rasulullah
May Allah's blessings and peace be upon him
Senin, 01 Desember 08
Banyak sekali ayat ataupun hadits-hadits Rasulullah, yang menyatakan tentang perbandingan antara keutamaan dan kenikmatan kehidupan akhirat dan kehidupan dunia, yang mana akan didapati betapa jauhnya kemuliaan diantara keduanya, bahkan tidak sedikit akan adanya celaan terhadap kehidupan dunia. Akan tetapi celaan tersebut tidaklah ditujukan kepada siang dan malamnya, bumi tempat dunia ini berada, lautan, sungai-sungai, hutan dan yang lainya karena semua itu adalah nikmat Allah bagi hamba-hambaNya, tetapi celaan itu ditujukan kepada polah tingkah anak Adam dan penghuninya terhadapnya. Allah Ta'ala berfirman :”ketahuilah sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda gurau yang melalaikan, perhiasan, saling berbangga diri diantara kalian dan saling berlomba untuk memperbanyak harta dan anak”. (QS. Al-Hadid : 20)
Dunia ini hanyalah jalan menuju surga dan neraka, tempat manusia mengumpulkan perbekalan untuk menuju kehidupan abadi, dan bertemu Allah Ta'ala Sang Pencipta alam semesta, Yang akan menilai dan menerima bekal tersebut serta mengganjarnya, jika baik maka nikmat surga yang akan ia dapatkan dan jika buruk maka azdab yang pedihlah yang akan dirasakan.
Sikap Manusia Terhadap Kehidupan Dunia
Pertama ; Orang-orang yang mengingkari adanya negeri pembalasan setelah alam dunia. Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman :”Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa tentram dengan kehidupan itu serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami , mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS. Yunus : 7)
Kedua; Orang-orang yang meyakini adanya alam pembalasan setelah kematian. Merekalah orang-orang Yang mengikuti para Rasul. Dalam hal ini mereka tergolongkan menjadi tiga, yaitu:
Zhalimun linafsih, orang yang menzhalimi diri sendiri. Bagi mereka dunia adalah segalanya, terbuai oleh keindahannya yang menipu. Mereka ridha, murka, setia (berwala’) dan benci (bara’) karena tendensi dan motivasi dunia semata. Mereka beriman kepada akhirat secara global tetapi mereka tidak mengerti tujuan hidup didunia, bahwa tidak lain ia adalah suatu tempat untuk berbekal menuju kehidupan berikutnya.
Muqtashid, mereka adalah orang-orang yang menikmati dunia dari arah yang dibenarkan, mubah. Mereka melaksanakan seluruh yang wajib, akan tetapi membiarkan dirinya bersenang-senang dengan kenikmatan dunia. Mereka tidak mendapatkan hukuman akan tetapi derajat mereka rendah. Umar bin Khattab berkata : “Seandainya derajat surgaku tidak dikurangi pasti aku akan menantang kalian dalam hal kehidupan dunia. Tetapi aku mendengar Allah mencela suatu kaum dalam firman-Nya yang artinya :”Kalian sia-siakan rezki kalian yang baik-baik hanya untuk kehidupan didunia saja dan kalian bersenang-senang dengannya”. (QS. Al-Ahqaf : 20)
Sabiqun bil khairat bi idznillah. Mereka adalah orang-orang yang paham tujuan dari dunia dan beramal sesuai dengannya. Mereka mengerti bahwa Allah menempatkan hamba-hambaNya dinegeri ini untuk diuji, siapa yang paling baik amalnya, yang paling zuhud kapada dunia dan paling cinta kepada akhirat. Firman Allah Ta'ala :”Dan sesungguhnya Kami jadikan apa saja yang ada dimuka bumi ini sebagai hiasan baginya, supaya kami uji siapa diantara mereka yang paling baik amalnya”. (QS. Al-Kahfi : 7). Golongan yang ketiga ini merasa cukup dengan mengambil dunia sekadar sebagai bekal seorang musafir.
Bahaya Mencintai Dunia
Cinta dunia akan melengahkan seseorang dari cinta kepada Allah Ta'ala dan berdzikir kepadaNya, barang siapa dilengahkan oleh harta bendanya dia termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi. Dan hati, jika telah lalai dari dzikrullah, pasti akan dikuasai setan dan disetir sesuai kehendaknya. Setan akan menipunya sehingga ia merasa telah mengerjakan banyak kebaikan padahal ia baru melakukan sedikit saja atau bahkan tidak melakukannya sama sekali.
Abdullah bin Mas’ud pernah berkata :”Bagi semua orang dunia ini adalah tamu, dan harta itu adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan”. Ulama yang lain berkata :”Cinta dunia itu pangkal dari segala kesalahan dan pasti merusak agama ditinjau dari berbagai sisi, diantaranya :
Pertama; berakibat pengagungan terhadap dunia secara berlebihan, padahal ia di sisi Allah sangatlah remeh, adalah termasuk dosa yang sangat besar mengagungkan sesuatu yang di anggap remeh oleh Allah.
Kedua; Allah telah melaknat, memurkai dan membencinya, kecuali yang ditujukan untuk Allah. barang siapa mencintai sesuatu yang telah dilaknat, dimurkai dan dibenci Allah berarti ia menyediakan diri untuk mendapat siksa dan kemurkaan dari Allah
Ketiga; orang yang cinta dunia akan lebih cenderung menjadikannya sebagai tujuan akhir dari segalanya, sehinggga ia terjatuh dalam kesalahan, yaitu menjadikan sarana sebagai tujuan dan berusaha untuk mendapatkan dunia dengan amalan akhirat. Allah Ta'ala berfirman “ Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16) demikianlah bahwa cinta dunia dapat menghalangi seseorang dari pahala, merusak amal, bahkan bisa menjadikannya orang yang pertama kali masuk neraka.
Keempat; mencintai dunia akan menghalangi seorang hamba dari aktivitas yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat, ia akan sibuk dengan apa yang dicintainya. Ada yang disibukkan oleh kecintaannya dari iman dan syari’at, dari kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia laksanakan, atau dalam waktu yang tidak tepat, atau hanya sebatas pelaksanaan lahiriahnya saja, paling tidak kecintaanya terhadap dunia akan melalaikan hakikat kebahagiaan seorang hamba yaitu kosongnya hati selain untuk mencintai Allah dan diamnya lisan selain berdzikir kepadaNya, juga ketaatan hati dan lisan dengan Rabbnya.
Kelima; berlebihan mencintai dunia akan menjadikan harapan utama pelakunya ketika hidup adalah dunia itu sendiri.
Keenam; orang yang berlebihan mencintai dunia adalah manusia dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa di tiga negeri; di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat. Didunia mereka di adzab dengan kerja keras untuk mendapatkannya dan persaingan dengan orang lain. Adapun di alam barzakh mereka diazab dengan perpisahan dengan kekayaan dunia dan kerugian yang nyata atas apa yang mereka kerjakan. Di sana tidak sesuatupun yang menggantikan kedudukan kecintaannya kepada dunia, kesedihan, kedukaan, dan kerugian terus-menerus mencabik-cabik ruhnya, seperti halnya cacing dan belatung melakukan hal yang sama kepada jasadnya, demikianlah pecinta dunia akan di azab dikuburnya, dan juga pada hari akhirat nanti yaitu pada hari pertemuan dengan Rabbnya. Allah Ta'ala berfirman yang artinya :”Janganlah engkau ta’jub dengan harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menyiksa mereka dengannya dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka sedang mereka dalam keadaan kafir”. (QS. a-Taubah : 55)
Menafsirkan ayat diatas sebagian ulama salaf berkata :”Mereka diazab dengan jerih payah dan kerja keras dalam mengumpulkannya. Nyawa mereka akan melayang karena cintanya dan mereka menjadi kafir karena tidak menunaikan hak Allah sehubungan dengan kemegahan dunia itu”.
Ketujuh; orang yang rindu dan cinta kepada dunia sehingga lebih mengutamakannya dari pada akhirat adalah makhluk yang paling tidak mengerti, bodoh, dungu dan tidak berakal. Karena mereka lebih mendahulukan khayalan dari pada sesuatu yang hakiki, mendahulukan impian daripada kenyataan, mendahulukan kenikmatan sesaat daripada kenikmatan abadi dan mendahulukan negeri yang fana dari pada negeri yang kekal selamanya. Mereka menukar kehidupan yang kekal itu dengan kenikmatan yang semu. Manusia yang berakal cerdas (baca : bertaqwa) tentunya tidak akan tertipu dengan hal semacam ini.
Sesuatu yang paling mirip dengan dunia adalah baying-bayang, disangka memiliki hakikat yang tetap padahal tidak demikian. Dikejar untuk digapai, sudah pasti tidak akan pernah sampai.
Dunia juga sangat mirip dengan ‘FATAMORGANA’, orang yang kehausan menyangkanya sebagai air, padahal jika ia mendekatinya ia tidak akan mendapati sesuatu pun. Justru yang ia dapati adalah Allah Ta'ala dengan hisabNya, dan Allah sangat cepat hisabNya.
Maka saudaraku, marilah kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, untuk meraih ridha Allah Ta'ala, surgaNya dan apa-apa yang telah dijanjikanNya serta keutamaan-keutamaan di alam akhirat yang kekal abadi, yang mana Allah Ta'ala telah menegaskan dalam firmanNya bahwa :”Dan kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal”.(QS. al-A’laa: 17), jangan sampai kita tertipu oleh tipu daya setan yang senantiasa menggoda anak cucu adam agar tergelincir, sehingga terjerumus kepada kesesatan, penyimpangan, memperturutkan segala keinginan hawa nafsu sehingga lupa hak-hak Allah Ta'ala yang harus ditunaikan serta lupa dari kenikmatan-kenikmatan yang tak pernah terlihat oleh pandangan mata, tak pernah terdengar oleh telinga dan tak pernah terbayangkan dalam benak hati manusia. Itulah kenikmatan yang Allah Ta'ala janjikan bagi hamba-hambaNya yang mendapatkan rahmat dariNya. Wallahu a’lam.
Oleh : Abu Thalhah Andri Abd Halim
Di nukil dari “Tazkiatun-Nufus” (Ibnu Rajab al-Hambali, Ibnu Qayyim dan Imam al-Gazhali)
Dikutip dari al-sofwah
Muhammad Rasulullah
May Allah's blessings and peace be upon him