18 Juni 2009

FW: [daarut-tauhiid] SALAH KAPRAH TENTANG WAKTU SUBUH

oleh : Mamduh Farhan al-Buhairi

"Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman." (QS. An-Nisa`: 103)

Keprihatinan

Hati ini menjadi sedih, ketika melihat negara-negara Islam semuanya tanpa
kecuali, ternyata tidak melaksanakan shalat Subuh tepat pada waktunya.
Mereka shalat sebelum masuk waktunya. Tentu saja sangat disayangkan. Dalam
hal ini antara negara yang satu dengan yang lain berbeda dalam tingkat
kesalahan seputar waktu Subuh. Berdasarkan pengamatan dan penelitian saya,
saya menemukan bahwa azan Subuh dikumandangkan sebelum waktunya berkisar
antara 9 hingga 28 menit. Dan sangat disayangkan lagi, Indonesia (secara
umum) termasuk negara yang paling jauh dari waktu sebenarnya, yakni
mengumandangkan adzan paling tidak 24 menit sebelum munculnya fajar
shadiq.

Sesungguhnya jadual waktu shalat yang dipakai sekarang ini hampir di semua
Negara Islam, diambil dari penanggalan Mesir yang dibuat oleh seorang
insinyur Inggris pada saat penjajahan Inggris atas Mesir. Insinyur ini
ingin membuat penanggalan untuk penentuan waktu di Mesir. Ia bersama
beberapa guru besar dari Al-Azhar berkumpul di Padang Sahara Jizah,
kemudian dari tempat itu, juga berdasarkan letak garis bujur dan garis
lintang, berdasarkan perhitungan waktu Greenwich, dibuatlah penentuan
waktu harian, diantaranya adalah waktu shalat.

Orang-orang Mesir sendiri waktu itu mengakui bahwa penentuan waktu
tersebut menyelisihi waktu-waktu shalat yang dipakai pada masa Muhammad
Ali Basya dan Negara Turki Utsmaniyah, yang mengandalkan bayangan
(matahari) dan analoginya serta berdasarkan terbitnya fajar shadiq.

Penanggalan Mesir yang dibuat tersebut tidak dihitung berdasarkan
penentuan waktu shalat yang benar, melainkan berdasarkan perhitungan garis
lintang dan garis bujur yang sekarang ini diberlakukan secara luas (umum)
pada setiap Negara. Sepengetahuan saya, tidak ada satu negara pun
melainkan memakai perhitungan dengan cara ini. Termasuk yang paling
mengherankan adalah negara-negara ini mengakhirkan (menunda) shalat dari
setelah adzan lima menit untuk shalat maghrib hingga dua puluh lima menit
untuk shalat-shalat yang lain. Itu dilakukan agar kesalahan penentuan
waktu bisa sedikit dihindari. Tentu ini tertolak, karena masuknya waktu
berdasarkan perintah syariat adalah adzan, bukan iqamah.

Masuknya waktu adalah syarat sahnya shalat

Sebelum kami sebutkan dalil-dalil yang mendukung kebenaran apa yang saya
sampaikan -bahwa penanggalan sekarang salah- saya akan mulai dengan
menyebutkan pentingnya waktu shalat, karena termasuk syarat terpenting
bagi sahnya shalat adalah masuknya waktu. Ibn Abdilbarr mengatakan,
"Shalat tidak sah sebelum waktunya, ini tidak diperselisihkan di antara
ulama." Dari kitab al-Ijma' karya Ibn Abdilbarr -Rahimahullah-, hal. 45.

Para ulama fikih menyatakan bahwa siapa yang ragu tentang masuknya waktu
shalat, maka ia tidak boleh melakukan shalat hingga ia benar-benar yakin
bahwa waktunya telah masuk, atau besar dugaannya bahwa waktu telah masuk,
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Qudamah -Rahimahullah- dalam kitab
al-Mughni (2/30).

Yang kita lihat di sebagian besar negeri muslim adalah mereka shalat Subuh
di waktu fajar kadzib (Zodiacal light), yakni pada waktu masih gelap di
akhir malam.

Supaya tidak memperpanjang kalam, maka saya akan mulai masuk dalam
pembahasan, dengan menjelaskan makna fajar menurut ahli bahasa dan ulama
fikih.

Menurut Ibn Mandzur, al-Fajr adalah, "Cahaya Subuh, yaitu semburat merah
di gelapnya malam karena sinar matahari. Ada dua fajar, yang pertama
adalah meninggi (mustathil) seperti ekor serigala hitam (sirhan), dan yang
kedua adalah yang melebar (memanjang, mustathir) disebut fajar shadiq,
yaitu menyebar di ufuk, yang mengharamkan makan dan minum bagi orang yang
berpuasa. Subuh tidak masuk kecuali pada fajar shadiq ini." Lisanul Arab
(5/45), cet. Beirut.

Dalam kitab Mukhtarus Sihah (hal. 324, cet. Darul Basya`ir) disebutkan,
"al-Fajr, di akhir malam seperti syafaq(semburat mega merah) di awal
malam."

Dalam al-Qamus al-Muhith (hal. 584, Mu`assasah ar-Risalah), disebutkan,
"Fajar adalah cahaya Subuh, yaitu semburan sinar matahari yang merah…"

Dengan demikian, kita mengetahui kata al-Fajr dalam bahasa Arab
dimaksudkan awal terangnya siang hari, dan bahwa fajar itu ada dua, yang
pertama fajar kadzib, dan fajar shadiq, dan bahwa yang berkaitan dengan
hukum syariat seperti menahan diri dari makan dan minum bagi orang yang
puasa, serta awal waktu shalat, serta shalat sunnah Subuh, yaitu fajar
shadiq.

Fajar dalam al-Qur`an dan Sunnah.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
Yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam."
(QS. Al-Baqarah: 187)

Dari Salim bin abdillah dari ayahnya, bahwa Rasulullah -Shalallahu alaihi
wasalam- bersabda: "Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di waktu
malam, makan dan minumlah hingga Ibn Ummi Maktum adzan." Kemudian berkata,
“Ia adalah laki-laki buta, ia tidak adzan hingga dikatakan kepadanya:
Sudah subuh, sudah subuh." (HR. al-Bukhari: 610)

Al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Ibn Abbas
-Radiallahuanhuma-, bahwa Nabi -Shalallahu alaihi wasalam- bersabda,
"Fajar itu ada dua; fajar yang di dalamnya haram makanan serta dihalalkan
shalat, kedua fajar yang di dalamnya halam makanan dan haram shalat
-Subuh-." Dishahihkan al-Albani dalam Shahih Al-Jami' no. 4279.

Al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Jabir , Rasulullah -Shalallahu
alaihi wasalam- bersabda, "Fajar ada dua, fajar yang seperti ekor serigala
tidak boleh shalat dan tidak mengharamkan makanan. Adapun fajar yang
menyebar di ufuk maka boleh shalat dan tidak boleh makan." Shahihul Jami'
no. 4278.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Fajar ada dua, fajar yang disebut
seperti ekor serigala adalah fajar kadzib yang memanjang vertical dan
tidak menyebar secara horizontal, yang kedua fajar yang melebar
(horizontal) dan bukan vertical." Dishahihkan oleh Al-Albani dalam
ash-Shahihah, no. 2002; Shahih al-Jami': 4278.

Fajar menurut ulama
Ibn Abbas -Radiallahuanhuma- mengatakan, "Fajar ada dua, fajar yang
mencuat ke langit tidak menghalalkan dan tidak pula mengharamkan apapun,
akan tetapi fajar yang jelas terlihat di puncak-puncak gunung, itulah yang
mengharamkan minum." Dikeluarkan oleh Ibn Jarir at-Thabari dalam Jami'ul
Bayan (2/173).

Ibn Qudamah -Rahimahullah- mengatakan, "Ringkasnya, bahwa waktu Subuh
masuk dengan terbitnya fajar kedua, berdasarkan ijma' ulama. Hadits-hadits
tentang penentuan waktu shalat menunjukkan hal ini, yaitu sinar putih yang
melebar di ufuk. Disebut fajar shadiq, karena ia benar memberitakan
tentang Subuh dan menjelaskannya kepada anda. Subuh itu adalah waktu yang
menggabungkan sinar putih (terang) dengan semburat merah. Dari sini orang
yang berkulit putih bercampur merah disebut Ashbah. Sedangkan fajar
pertama yaitu sinar terang yang memanjang ke atas dan tidak melebar
(vertical) maka tidak ada sangkut pautnya dengan hukum syar'i, disebut
fajar kadzib." Dari kitab al-Mughni (2/30).

Ibn Hazm -Rahimahullah- mengatakan, "Fajar pertama adalah meninggi ke atas
seperti ekor serigala, setelah itu gelap lagi menyelimuti ufuk, tidak
mengharamkan makan dan minum bagi orang yang puasa, belum masuk waktu
shalat Subuh. Ini tidak diperselisihkan oleh seorangpun dari umat ini."
Yang kedua, adalah sinar terang yang melebar di langit di ufuk timur di
tempat terbitnya matahari pada setiap masa. Ia berpindah dengan
perpindahannya (matahari), ia merupakan permulaan cahaya Subuh, dan
semakin terang, barangkali dicampuri dengan semburat merah yang indah.
Inilah yang menjelaskan masuknya waktu puasa, dan adzan shalat Subuh.
Adapun masuknya waktu shalat terjadi dengan semakin terangnya, maka ini
tidak diperselisihkan oleh seorangpun." Al-Muhalla (3/192)

Dari dalil-dalil ini, menjadi jelas bagi kita kapan waktu fajar shadiq.
Kita bisa mengenalinya dengan sinar terang yang menyebar di langit. Agar
sinar terang ini menjadi jelas, dan kita mengetahui kapan ulama terdahulu
shalat, mari kita baca penjelasan Ibn Jarir At-Thabari -Rahimahullah-
tentang sifat atau karakter sinar terang tersebut. Ia mengatakan,

"Sifat sinar Subuh yang terang itu, ia menyebar dan meluas di langit,
sinarnya (terangnya) dan cahayanya memenuhi dunia hingga memperlihatkan
jalan-jalan menjadi jelas." Tafsir At-Thabari (2/167).

Lantas bandingkanlah keadaan kita sekarang ini, dengan apa yang disebutkan
oleh Ibn Jarir ini?

Syaikh Ibn Utsaimin -Rahimahullah- mengatakan, "Para ulama menyebutkan
bahwa antara fajar kadzib dan fajar shadiq ada tiga perbedaan:
1. Fajar kadzib mumtad (memanjang) tidak mu'taridh (menghadang); Mumtad
maksudnya memanjang dari timur ke barat. Sedangkan fajar shadiq melebar
dari utara ke selatan.
2. Fajar kadzib masih gelap, artinya cahaya fajar ini sebentar kemudian
gelap lagi. Sedangkan fajar shadiq tidak dalam keadaan gelap, bahkan
semakin lama semakin terang cahayanya (karena merupakan awal siang).
3. Fajar shadiq bersambung dengan ufuk, tidak ada kegelapan antara fajar
ini dengan ufuk. Sedangkan fajar pertama, terputus dari ufuk, ada
kegelapan antara fajar kadzib dan ufuk.
Fajar pertama ini (kadzib) tidak berkaitan dengan hukum syariat apapun,
tidak menjadi awal menahan diri dari makan minum ketika puasa, tidak pula
awal masuknya waktu Subuh. Hukum-hukum yang disebutkan ini berkaitan
dengan fajar kedua, yakni fajar shadiq." Syarhu Al-Mumti' (2/107-108).

Pendapat para ulama
Ibn Hajar Rahimahullah mengatakan, "Termasuk bid'ah mungkar adalah apa
yang diada-adakan di zaman ini, berupa mengumandangkan adzan kedua sekitar
1/3 jam (20 menit) sebelum waktu fajar di bulan Ramadhan, mematikan
lampu-lampu yang menjadi tanda haramnya makan dan minum bagi siapa yang
hendak puasa, mereka mengaku bahwa hal ini dilakukan untuk kehati-hatian
dalam ibadah, dan tidak mengetahui hal ini kecuali sedikit saja dari
manusia." Silahkan dirujuk, Fathulbari, 4/199.

Serupa dengan masalah ini adalah apa yang terjadi di zaman kita sekarang
ini, karena sebagian besar penanggalan memasukkan waktu shalat Subuh
sebelum waktunya yang syar'i, dengan perbedaan yang beraneka ragam.

Taqiyuddin Al-Hilali dalam risalahnya yang berjudul "Bayanu Al-Fajri
Ash-Shadiq wa Imtiyazuhu ani Al-Fajri Al-Kadzib (penjelasan tentang fajar
shadiq dan perbedaannya dengan fajar kadzib), hal. 2, ia mengatakan, "Saya
telah menemukan sesuatu yang tidak membutuhkan penelitian lagi, serta
persaksian yang berulang-ulang, bahwa penentuan waktu adzan subuh tidak
sesuai dengan penentuan waktu yang syar'i, karena muadzin mengumandangkan
adzan sebelum munculnya fajar shadiq."

Ibn Hazm mengatakan, "Al-Hasan Al-Bashri pernah ditanya tentang orang yang
adzan sebelum masuk waktu Subuh dengan tujuan untuk membangunkan orang?
Maka beliau marah dan mengatakan,
"'Uluj Faragh, (yang berarti orang-orang keterlaluan yang pengangguran),
seandainya Umar bin Khathab mendapati mereka tentu ia akan memukul
sisi-sisi tubuh mereka. Siapa yang adzan sebelum waktu subuh, maka jama'ah
masjid itu shalat berdasarkan iqamah saja, tidak ada adzan padanya (adzan
tidak sah. Itu jika iqamahnya sudah masuk waktu, jika belum maka shalat
tanpa adzan dan iqamah; shalat di luar waktu)."

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ia (Al-Hasan Al-Bashri) mendengar
seseorang adzan di malam hari, ia berkata,
"'Uluj (orang-orang kasar) berlomba dengan ayam! Bukankah adzan di masa
Rasulullah –Shalallahu alaihi wa salam- tidak dilakukan kecuali setelah
terbit fajar?"

Dari Ibrahim an-Nakha'i, disebutkan bahwa ia membenci dikumandangkannya
adzan sebelum terbit fajar.
Darinya pula, ia mengatakan, "Alqamah bin Qais mendengar seseorang adzan
di malam hari (sebelum terbit fajar), maka ia berkata, "Orang ini telah
menyelisihi salah satu sunnah para sahabat Rasulullah -Shalallahu alaihi
wasalam-, seandainya ia tidur di tikarnya, tentu itu lebih baik baginya."
(Silakan merujuk kitab al-Muhalla, 3/118)

Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah, Hasan Bashri berkata: “Orang-orang kasar
pengangguran, mereka tidak menyambung dengan iqamah. Seandainya Umar
mendapati mereka, tentu sudah memukuli atau memukul kepada mereka.”
(Mushannaf: 2306)

Dari sini menjadi jelas bagi kita, bahwa mendahulukan waktu adzan subuh
bukanlah perkara baru dalam umat ini, sebaliknya telah terjadi di
masa-masa yang lalu, akan tetapi itu kasus personal, individual
(perseorangan) dan itupun sudah diingkari. Sedangkan yang terjadi di masa
kita sekarang ini, maka ia merupakan bencana umum yang menimpa umat karena
keterikatan dengan penanggalan yang di luar kemampuan mereka. Sekiranya
umat ini memiliki kekuasaan (untuk membuatnya), tentu kejadian ini
merupakan sesuatu yang didasarkan pada kesalahan dalam penentuan masuknya
waktu fajar shadiq.

Kerusakan akibat adzan sebelum fajar shadiq
Sesungguhnya adzan sebelum masuknya waktu subuh (terbitnya fajar shadiq)
menyebabkan banyak kerusakan (efek negatif), diantaranya:
1. Kebanyakan jama'ah, menyegerakan dalam melaksanakan shalat sunnah
fajar, langsung setelah masuk masjid, dengan begitu ia telah shalat sunnah
fajar sebelum waktunya.
2. Bersegera dalam makan sahur, tentu ini menyelisihi sunnah nabi
–Shalallahu alaihi wasalam-.
3. Sucinya haidh seorang wanita, atau yang sedang nifas setelah waktu
berdasarkan penanggalan yang ada sangat pendek, tidak mungkin ia bisa
berpuasa di hari itu.
4. Shalatnya orang sakit dan orang tua di rumah-rumah, atau orang
yang begadang semalaman hingga waktu fajar, yang langsung setelah adzan.
5. Shalatnya kaum wanita di rumah-rumah, yang kebanyakan mereka
langsung mengerjakan shalat selesai adzan.
6. Manusia yang sedang di stasiun, terminal dan bandara, langsung
melaksanakan shalat setelah adzan. (yang berarti shalat mereka tidak sah
karena dilakukan sebelum waktunya).

Dan berbagai kerusakan lainnya. Seandainya anda menemukan satu kesalahan
saja tentu sudah cukup menjadi alasan untuk merubah penanggalan itu.
Bagaimana pula jika berkumpul semua kerusakan ini?

Sekarang tinggal satu pertanyaan penting, mengapa dan bagaimana kesalahan
ini terjadi?
Saya akan menjawab, bahwa hal ini bukan sekedar kesalahan hari ini, bukan
pula akibat penjajahan semata. Kesalahan penjajah adalah memasukkan
penanggalan yang salah, akan tetapi kesalahan ini telah terjadi sebelum
itu di tempat-tempat lain yang terpisah di negeri-negeri Islam.
Berdasarkan penelitian, saya meyakini bahwa awal mula terjadinya kesalahan
dalam penentuan waktu fajar shadiq adalah terjadi pada bulan Ramadhan,
mengingat sudah dikenal sejak masa Nabi -Shalallahu alaihi wasalam- bahwa
Bilal –Radiallahu anhu- adzan di malam hari, yakni adzan pertama, waktunya
adalah pada saat munculnya fajar kadzib, tujuannya agar manusia bersiap
sedia untuk menyambut terbitnya fajar shadiq.

Seiring dengan perputaran waktu, masalah ini menjadi bias pada sebagian
orang, dan berlangsung seperti itu hingga masa kita sekarang ini. Ketika
seorang adzan untuk waktu Subuh dengan hanya satu adzan, mereka
mengandalkan adzan pertama (saat fajar kadzib) dan meninggalkan adzan
kedua (fajar shadiq) waktu yang benar. Mereka mengira bahwa adzan yang
pertama ini adalah permulaan terbitnya fajar shadiq. Wallahu a'lam.

Yang sungguh mengherankan lagi, bersama pergantian masa ini, adzan yang
kedua pada banyak Negara (yang melakukan adzan subuh 2 kali) juga
dilakukan sebelum masuknya waktu fajar shadiq.
Ibn Hajar –Rahimahullah- mengatakan, "Termasuk bid'ah mungkar adalah apa
yang diada-adakan di zaman ini, berupa lantunan adzan kedua sekitar 1/3
jam sebelum waktu fajar di bulan Ramadhan, mematikan lampu-lampu yang
menjadi tanda haramnya makan dan minum bagi siapa yang hendak puasa,
mereka mengaku bahwa hal ini dilakukan untuk kehati-hatian dalam ibadah,
dan tidak mengetahui hal ini kecuali sedikit saja dari manusia." (Silakan
merujuk, Fathul Bari, 4/199)

Syaikh Ibn Taimiyah –Rahimahullah- mengatakan dalam menjawab pertanyaan
yang diajukan kepadanya, orang yang makan setelah adzan subuh di bulan
Ramaadhan,
"Alhamdulillah, jika muadzin adzan sebelum masuknya waktu Subuh,
sebagaimana Bilal adzan sebelum masuk fajar di masa Nabi -Shalallahu
alaihi wasalam-, Seperti adzan di Damaskus dan lainnya yang dilakukan
sebelum masuk waktu fajar, maka jika demikian tidak mengapa makan dan
minum dalam waktu sebentar setelah adzan." (Majmu' Fatawa, 25/216)

Ini semua merupakan bukti bahwa kesalahan ini telah terjadi lama, sudah
dikenal oleh para ulama.
Syihabuddin Al-Qarafi –Rahimahullah- menyebutkan, bahwa kesalahan ini
sudah ada di zamannya, saya akan menukilkan kandungan ucapannya, mengingat
banyaknya penggunaan istilah-istilah astronomi, ia mengatakan yang
artinya, "Telah terjadi kebiasaan orang-orang adzan fajar sebelum
terbitnya fajar. Sehingga seseorang tidak menemukan bekas (cahaya) fajar
shadiq sama sekali. Ini tidak boleh, karena Allah menjadikan sebab
wajibnya shalat adalah munculnya fajar di ufuk, jika belum tampak maka
tidak boleh shalat, karena jika dilakukan berarti melaksanakan shalat
sebelum waktunya dan sebelum sebabnya." (Dari kitab al-Furuq, 2/301)
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga
beliau juga para sahabat semuanya.

sumber : Majalah Qiblati Edisi 8 & 9 Volume 4 - www.qiblati.com

 

__,_._,___

16 Juni 2009

FW: [daarut-tauhiid] INILAH HAKEKAT SABAR


Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Sabar menurut bahasa adalah menahan. Adapun secara syar'i, maknanya adalah menahan diri dalam tiga perkara:
- Yang pertama, taat kepada ALLAH subhanahu wata'ala.
- Yang kedua, menahan diri dari perkara-perkara yang haram.
- Yang ketiga, menahan diri terhadap takdir ALLAH subhanahu wata'ala yang menyakitkan.
Ini adalah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para ulama.

Adapun penjelasan dari masing-masing jenis sabar itu adalah sebagai berikut:

1. Seseorang bersabar di atas ketaatan kepada ALLAH subhanahu wata'ala,
karena taat sangat berat dan sulit oleh jiwa dan badan, di mana
seseorang merasa lemah, capek dan kepayahan dari sisi harta seperti
zakat dan haji. Yang jelas dalam ketaatan kepada ALLAH subhanahu
wata'ala terdapat kepayahan yang dirasakan oleh jiwa dan badan sehingga
dibutuhkan sabar dan pertolongan. ALLAH subhanahu wata'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)". (Ali-'Imran: 200).

2. Sabar untuk tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan oleh ALLAH
subhanahu wata'ala yaitu seseorang menahan diri dari segala sesuatu
yang diharamkan-Nya karena jiwa selalu menyuruh dan menyeru untuk
berbuat jelek sehingga manusia perlu menyabarkan diri, seperti
berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan bathil dengan cara
riba atau yang lainnya, zina, minum khamr, mencuri, dan yang semisalnya
dari dosa-dosa besar. Sehingga seseorang harus mampu menyabarkan diri
darinya sehingga terjerumus ke dalam maksiat dan ini membutuhkan
pertolongan dan menahan diri dan hawa nafsu.

3. Sabar terhadap takdir-takdir ALLAH subhanahu wata'ala yang menyakitkan karena
takdir-Nya terkadang membahagiakan dan menyakitkan. Adapun takdir yang
membahagiakan maka perlu untuk disyukuri, sedangkan bersyukur termasuk
ketaatan kepada ALLAH sehingga termasuk jenis yang pertama, sedangkan
takdir yang menyakitkan dirasakan tidak enak oleh manusia dengan diberi
cobaan pada badannya, hilangnya harta, keluarganya dan masyarakatnya.

Yang jelas jenis musibah yang menimpa manusia sangat banyak sehingga
diperlukan sabar dan pertolongan. Dia menyabarkan jiwanya dari segala
sesuatu yang diharamkan baginya, seperti menampakkan keluh kesah dengan
lisan, kalbu atau anggota badan, karena seseorang yang tertimpa musibah
tidak lepas dari empat kondisi:
- Yang pertama, marah atas musibah yang menimpanya
- Yang kedua, bersabar
- Yang ketiga, ridha
- Dan yang keempat, bersyukur.

Keempat kondisi berikut ada pada manusia tatkala tertimpa musibah:

1) Adapun kondisi yang pertama, seseorang marah terhadap musibah yang
menimpanya, apakah hal itu ditunjukkan dengan kalbu, lisan atau anggota
badannya. Marah dengan kalbu dengan berprasangka jelek kepada ALLAH
subhanahu wata'ala berupa kemarahan kepada-Nya –aku berlindung kepada
ALLAH dari perkara ini- atau hal-hal yang semacamnya dan seakan-akan
ALLAH subhanahu wata'ala telah menzhaliminya dengan musibah ini. Adapun
dengan lisan maka ditunjukkan dengan mengucapkan kata-kata umpatan,
kecelakaan, seperti mengatakan aduh, celakanya atau kata-kata yang
semakna, mencela zaman sehingga menghina ALLAH subhanahu wata'ala dan
yang semisalnya. Adapun dengan anggota badan seperti menampar-nampar
pipi, memukul kepala, mencabik-cabik rambut, merobek-robek baju atau
yang semisalnya.

Kemarahan seperti ini adalah kondisi
orang-orang yang banyak keluh kesahnya yang mana ALLAH subhanahu
wata'ala telah haramkan mereka untuk mendapat pahala dan tidak akan
selamat dari musibah bahkan mereka mendapatkan dosa karenanya sehingga
mereka mendapat dua musibah yaitu musibah dalam agamanya dengan
kemarahannya tersebut dan musibah di dunia dengan tertimpa sesuatu yang
menyakitkan.

2) Kondisi yang kedua adalah bersabar terhadap musibah yang menimpanya yaitu dengan menahan jiwanya sementara dia
merasa tidak suka terhadap musibah tersebut namun dia menyabarkan diri
dengan menahan lisannya atau berbuat sesuatu yang akan mendatangkan
murka ALLAH subhanahu wata'ala atau sama sekali tidak ada prasangka
buruk dalam kalbunya terhadap ALLAH subhanahu wata'ala, dia bersabar
namun tidak suka terhadap musibah yang menimpanya.

3) Yang ketiga adalah merasa ridha terhadap musibah yang menimpanya di mana
seseorang merasa lapang dada terhadap musibah yang menimpanya dan
memiliki keridhaan yang sempurna sehingga seakan-akan tidak tertimpa
musibah.

4) Kondisi terakhir adalah bersyukur atas musibah yang
menimpanya dan Rasulullah jika melihat sesuatu yang beliau tidak sukai
mengatakan, "Alhamdullilah 'ala kulli hal (Segala puji bagi ALLAH atas
segala keadaan)". Beliau bersyukur karena ALLAH subhanahu wata'ala
memberikan pahala yang berlipat atas musibah yang menimpanya. Oleh
sebab itu diriwayatkan dari beberapa wanita yang ahli ibadah yang
tertimpa musibah pada jari-jemarinya maka wanita itu memuji ALLAH
subhanahu wata'ala sehingga orang-orang bertanya kepadanya, "Bagaimana
mungkin kamu memuji ALLAH subhanahu wata'ala sedang jari-jemarimu
terluka?" Maka dia menjawab, "Sesungguhnya kenikmatan pahalanya telah
membuatku lupa terhadap pahitnya sabar".

Dan ALLAH-lah yang Maha Pemberi Taufik.

(Diterjemahkan dari Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, sumber: www.ulamasunnah.wordpress.com)

FW: [daarut-tauhiid] Keutamaan Surat Al-Ikhlas

Sebelum kita membicarakan keutamaan
Surat Al-Ikhlas, terlebih dahulu akan disampaikan tentang nama-nama dari Surat
Al-Ikhlas itu sendiri. Nama Surat Al-Ikhlas itu jumlahnya ada 20 nama yakni :
1. At-Tafrid.
2. At-Tajrid.
3. At-Tauhid.
4. Al-Ikhlas.
5. An-Najat.
6. Al-Wilayah.
7. An-Nisbah.
8. Al-Ma'rifah.
9. Al-Jamal.
10. Al-Muqasyqasyah.
11. Al-Mu'awwidzah.
12. As-Shamad.
13. Al-Asas.
14. Al-Maani'ah.
15. Al-Muhtadhar.
16. Al-Munfiroh.
17. Al-Baroah.
18. Al-Mudzkiroh.
19. An-Nuur.
20. Al-Insan.
Banyak nama menunjukkan banyak
kelebihan. Mengingat Surat ini mengandung akidah yang sangat mendasar,
maka keutamaannya cukup banyak. Antara lain sebagai berikut :

1. Hadis riwayat Anas bin
Malik, menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : "Barangsiapa membaca
Surat Al-Ikhlas satu kali, seolah-olah dia membaca sepertiga Quran.
Barangsiapa membacanya dua kali, seolah-olah dia membaca dua pertiga Quran.
Barangsiapa membacanya tiga kali, seolah-olah dia membaca Quran seluruhnya. Dan
barangsiapa membacanya sepuluh kali, dibina Allah untuknya sebuah rumah dalam
surga terbikin dari permata ya'kut yang berwarna merah."

2. Sabda Rasulullah Saw yang maksudnya : "Hai Aisyah, engkau jangan
tidur dulu sebelum engkau kerjakan empat perkara : 1. Khatamkan Al-Quran, 2.
Jadikan semua Nabi membelamu nanti pada hari kiamat, 3. Jadikan semua orang
mukmin rela
kepadamu, dan 4. Kerjakan Haji dan Umrah." Kemudian Rasulullah pun
shalat, sedangkan Aisyah tinggal ditempat tidur. Selesai Shalat, Aisyah pun
berkata : "Rasulullah, tebusanmu ibu dan ayahku, Rasulullah suruh saya
mengerjakan empat perkara yang saya tidak sanggup melakukannya pada waktu
ini." Beliau tersenyum, seraya bersabda : " Apabila engkau membaca
Qul Huwallahu Ahad (tiga kali), maka seolah-olah engkau telah mengkhatamkan
Al-Quran. Jika engkau membaca shalawat kepadaku dan kepada semua Nabi
sebelumku, maka kami nanti akan mensyafaatkanmu pada hari kiamat. Dan apabila
engkau meminta ampunkan orang-orang mukmin, maka tentu semua mereka nanti akan
rela kepadamu. Dan apabila engkau membaca "Subhanallah, Walhamdulillah,
Walailahaillallah, Wallahu Akbar, maka sesungguhnya engkau berarti telah
mengerjakan Haji dan Umrah."
Hadis itu menerangkan, kalau mau tidur setelah badan tergeletak diatas
ranjang, maka baik dibaca:
a. Surat Al-Ikhlas tiga kali. Sama pahalanya
dengan membaca satu khatam Quran.
b. Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw dan
Nabi-Nabi lainnya, dengan mengucap
: Allahumma
Sholli 'ala Sayyidina Muhammad Wa ali Muhammad wa'ala jami'il
anbiyaai wal mursalin.

c.Mendoakan orang-orang mukmin dengan mengucapkan tiga kali Allahummaghfir
lil muslimina wal muslimat, wal mukiminina wal mukminat.
d. Membaca raja tasbih tiga kali, yakni :
Subhanallah, Walhamdulillah, Walailaha illallah, Wallahu
Akbar, Wala haula walaquwwata illa billahil 'aliyyil 'adzim."

Apabila dibaca tiga kali tasbih
ini, maka sama pahalanya dengan satu kali Haji dan Umrah.

3. Pada suatu hari seorang
laki-laki melaporkan halnya kepada Rasulullah Saw tentang kesusahan hidup yang
dideritanya. Ia mohon supaya diajarkan amalan singkat untuk menghilangkan
kesempitan hidup itu. Maka Rasulullah Saw menyuruhnya supaya setiap kali masuk
kerumah sendiri, memberi salam kemudian membaca surat Al-Ikhlas tiga kali. Jika rumah kosong
tidak ada orang didalam, maka memberi salam kepada Rasulullah Saw
kemudian sambil melangkah masuk dibaca tiga kali surat Al-Ikhlas. Laki-laki itupun
mengamalkannya, alhamdulillah lapang rezekinya, melimpah sampai kepada
jiran tetangganya.

4. Pada suatu hari Rasulullah Saw sedang duduk dalam mesjid Madinah.
Tiba-tiba datang rombongan mengusung jenazah untuk di shalatkan. Para sahabat mempersilahkan Nabi untuk
menyembahyangkannya. Beliau bertanya : " Apakah mayat ini meninggalkan
hutang ? Mereka menjawab : " Ya, benar, dia meninggalkan hutang sebanyak 4
dirham." Lantas beliau bersabda : " Saya tidak mau
menyembahyangkan mayat yang meninggalkan hutang. Shalatkan kamulah dia."
Pada saat itu Jibrilpun datang seraya berkata : "Hai Muhammad, Allah
berkirim salam kepadamu. Dia berfirman : "Aku sudah mengutus Jibril
menyamar seperti mayat itu dan sudah melunaskan hutangnya. Tegaklah, shalatkan
dia karena dian sudah diampuni Allah dan barangsiapa yang ikut
menyembahyangkannya, niscaya diampuni Allah pula dosanya."
Nabi Muhammad Saw pun bertanya : " Hai Jibril, dari mana dia
memperoleh kehormatan ini "? Jibril menjawab :"Dia mendapat
kehormatan itu, karena setiap hari membaca seratus kali Qul Huwallahu
Ahad." Didalamnya terdapat keterangan tentang sifat-sifat Allah dan pujian
terhadap-Nya" Hadis itu menunjukkan barangsiapa membaca "Qul
Huwallahu Ahad" seratus kali dalam sehari, maka Allah akan melunaskan
hutangnya sebelum mati.

5. Rasulullah Saw bersabda yang maksudnya :" Barangsiapa membaca surat Al-Ikhlas pada sakit
yang membawa kepada kematiannya, niscaya mayatnya tidak busuk dalam kubur,
hadis lain menyatakan tidak terfitnah dalam kuburnya, aman dari kesempitan
kuburan, dan para Malaikat akan membawanya dengan sayap-sayapnya melalui titian
shirotol mustaqim sampai kesurga."
6. Menurut hadis Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw bersabda : "
Barangsiapa membaca Qul Huwallahu Ahad 50 kali, niscaya diampuni dosanya lima puluh
tahun."
7. Menurut Hadis Anas bin Malik,
Rasulullah Saw bersabda yang maksudnya " Barangsiapa membaca Qul Huwallahu
Ahad sepuluh kali dibina Allah untuknya satu istana didalam surga.
Barangsiapa membacanya 20 kali, dibina Allah untuknya
dua istana dalam surga. Barangsiapa membacanya 30
kali maka dibina Allah untuknya tiga istana dalam surga. Umar bin Khattab berkata
: " Ya, Rasulullah, kalau begitu akan banyaklah istana kmi dalam
surga" Maka Rasulullah Saw bersabda :"Allah
lebih lapang (luas) dari pada itu."
Maksudnya, bagi Allah berapapun jumlah istana itu soal mudah.

8. Hadis Anas bin Mali
menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda yang maksudnya : "Barangsiapa
membaca Qul Huwallahu Ahad sekali, dia diberkati. Barangsiapa membacanya
dua kali dia dan keluarganya diberkati. Barangsiapa membacanya
tiga kali, dia, keluarga dan jiran tetangganya
diberkati. Barangsiapa membacanya 12 kali, dibina Allah untuknya 12 istana
didalam surga. Jika dibacanya 100 kali, maka dihapuskan Allah dosanya
(dosa kecil) selama 50 tahun, kecuali pertumpahan
darah dan harta benda. Jika dibacanya 200 kali,
dihapuskan dosanya 100 tahun. Jika dibacanya 1000 kali, niscaya sebelum
mati telah dilihat atau diperlihatkan kepadanya tempatnya dalam
surga."

9. Menurut hadis riwayat Ibnu Abbas, Nabi Muhammad Saw bersabda yang
maksudnya :"Tatkala saya dalam perjalanan Israk Mi'raj kelangit, saya
melihat 'Arasyditegakkan atas 360.000 sudut. Jarak dari satu sudut kesudut
lainnya, kira-kira 300.000 tahun perjalanan. Dibawah setiap sudut itu
terdapat 12.000 padang
pasir. Panjang setiap padang
pasir itu dari matahari terbit kematahari terbenam. Disetiap padang pasir itu terdapat 80.000
Malaikat membaca Qul Huwallahu Ahad." Selesai membaca mereka
menyatakan :"Ya Tuhan, kami hibbahkan pahala bacaan kami ini kepada
setiap orang yang membaca Surat Al-Ikhlas, baik dia laki-laki maupun
wanita." Para sahabat kagum tercengang
mendengarnya. Lantas Rasulullah Saw bertanya :"Herankah kamu,
sahabat-sahabatku ? Mereka menjawab : " Ya,benar kami heran."
Beliau melanjutkan :"Demi Allah yang diriku ditangan-Nya, "Qul Huwallahu
Ahad" tertulis disayap Jibril. "Allahush Shomad" tertulis
disayap Mikail. "Lam Yalid Walam Yulad" tertulis disayap Izrail.
"Walam Yakun Lahu kufuan Ahad" tertulis disayap Israfil. Maka
barangsiapa diantara ummatku membaca "Qul Huwallahu
Ahad" niscaya dikurniai Allah ia pahala orang yang membaca Taurat,
Injil, Zabur dan Al-Quran." Kemudian beliau bertanya
lagi:"Herankah kamu, mendengarnya?. Mereka menjawab:"Ya,benar
kami heran." Lantas beliau bersabda :"Demi Allah yang diriku ditangan-Nya,
"Qul Huwallahu Ahad" tertulis di kening Abu Bakar Shiddiq.
"Allahush Shomad" tertulis dikening Umar Al-Faruq. "Lam
Yalid Walam Yulad" tertulis dikening Usman Zin-Nurain. Dan
"Walam Yakun Lahu Kufuan Ahad " tertulis dikening Ali As-Sakhiy.
Maka barangsiapa membaca Surat Al-Ikhlas niscaya dikurniai Allah ia pahala Abu
Bakar, Umar, Usman dan Ali.

10. Menurut Hadis Al-Baihaqi, dari
Umamah Al-Bahili, bahwa Jibril telah mendatangi Nabi Saw bersama dengan
70.000 Malaikat di Tabuk Jibril berkata :"Rasulullah,
saksikan jenazah Muawiyah dari Tabuk bersama Jibril dan sejumlah
Malaikat lain. Kemudian Rasulullah Saw bersabda :" Jibril, apa
sebabnya Mu'awiyah beroleh martabat seperti itu.? Jibril menjawab
:"Dia memperoleh kehormatan itu, akibat membaca "Qul Huwallahu
Ahad setiap hari, sedang berdiri, duduk, ruku' dan berjalan."
Demikianlah beberapa kelebihan membaca Qul Huwallahu Ahad.
Maka silahkanlah mengamalkannya, dengan ketentuan setiap membacanya,
harus dibaca Bismillah. Karena pernah terjadi seorang laki-laki di Mekkah
bermimpi, melihat ratusan ekor burung merpati terbang diatas angkasa kota Mekkah, tetapi tak
seekorpun berkepala. Keesokan harinya ditanyakannya kepada seorang ahli ta'bir
mimpi. Syekh ahli ta'bir mimpi itu menyatakan :"Barangkali anda rajin
membaca Qul Huwallahu Ahad, tetapi tidak membaca Bismillahirrahmanirrahim
dipangkalnya."

Bismillahirrahmanirrahim itu
hurufnya 19, persis sebanyak Malaikat Zabaniyah penunggu neraka. Barangsiapa
rajin membaca Bismillahirrahmanirrahim pada setiap memulai pekerjaan yang
dibenarkan agama, niscaya ia terhindar dari ancaman Malaikat Zabaniyah.

(Dari Pengajian Al-Habib Ali Bin Abdurrahman Assegaf dan Beberapa Tambahan dari beberapa sumber)