01 November 2016

aksi bela quran

mari kita bela quran

11 Oktober 2016

📢🌹(KISAH MENAKJUBKAN DI MASA TABI’IN)

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
*PAMAN, LIHATLAH, BIDADARI YANG PERNAH KUCERITAKAN PADAMU ADA DI DEKATKU... DIA MENUNGGU RUHKU KELUAR...*
°°°°°°°°°

🍃Hari itu, di salah satu sudutnya Masjid Nabawi berkumpullah Abu Qudamah dan para sahabatnya.

Di hati para sahabatnya, Abu Qudamah adalah orang yang sangat dikagumi. Itu karena Abu Qudamah adalah seorang Mujahid. Berjihad dari satu front ke medan-medan Jihad lainnya. Seolah hidup beliau, beliau persembahkan untuk Berjihad.
Debu yang beterbangan, kilatan pedang, hempasan anak panah, derap kuda adalah hal yang sudah biasa bagi beliau.
Pengalaman, tragedi, kisah dan momen pun telah banyak beliau saksikan di setiap gelanggang perjuangan Jihad.

"Abu Qudamah, ceritakanlah pada kami kisah paling mengagumkan di hari-hari Jihadmu,"
tiba-tiba salah seorang sahabatnya meminta.

"Ya," jawab Abu Qudamah.

"Beberapa tahun lalu. Aku singgah di kota Recca. Aku ingin membeli onta untuk membawa persenjataanku.
Saat aku sedang bersantai di penginapan, keheningan pecah oleh suara ketukan. Ku buka ternyata seorang perempuan.

"Engkaukah Abu Qudamah?" tanyanya.
"Engkaukah yang mengajak Umat manusia untuk Berjihad?" pertanyaannya yang kedua.

"Sungguh, Allah telah menganugerahiku rambut yang tak dimiliki wanita lain. Kini aku telah memotongnya. Aku kepang agar bisa menjadi tali kekang kuda. Aku pun telah menutupinya dengan debu agar tak terlihat.
Aku berharap sekali agar engkau membawanya. Engkau gunakan saat menggempur musuh, saat jiwa kepahlawananmu merabung. Engkau gunakan bersamaan saat kau menghunus pedang, saat kau melepaskan anak panah dan saat tombak kau genggam erat.
Kalau pun engkau tak membutuhkan, ku mohon berikanlah pada mujahid yang lain. Aku berharap agar sebagian diriku ikut di Medan Perang, menyatu dengan debu-debu fii Sabilillah.
Aku adalah seorang janda. Suamiku dan karib kerabatku, semuanya telah Mati Syahid fii Sabilillah. Kalau pun Syariat mengizinkan aku berperang, aku akan memenuhi seruannya," ungkapnya sembari menyerahkan kepangan rambutnya.

Aku hanya diam membisu. Mulutku kelu walau tuk mengucapkan "iya".

*"Abu Qudamah, walaupun suamiku terbunuh, namun ia telah mendidik seorang pemuda hebat. Tak ada yang lebih hebat darinya. Ia telah menghapal Al-Qur'an. Ia mahir berkuda dan memanah. Ia senantiasa Sholat Malam dan Berpuasa di siang hari. Kini ia berumur 15 tahun. Ialah Generasi Penerus suamiku.*
Mungkin esok ia akan bergabung dengan pasukanmu. Tolong terimalah dia.
*Aku persembahkan dia untuk Allah.*
Ku mohon jangan halangi aku dari PahalaNya," kata-kata sendu terus mengalir dari bibirnya.

Adapun aku masih diam membisu. Memahami kalimat per kalimat darinya. Lalu tanpa sadar perhatianku tertuju pada kepangan rambutnya.
"Letakkanlah dalam barang bawaanmu agar Kalbuku tenang," pintanya.
Tahu aku memperhatikan kepangan rambutnya.

Aku pun segera meletakkannya bersama barang bawaanku. Seolah aku tersihir dengan kata-kata dan himmah (tekad) nya yang begitu mengharukan.

💨Keesokan harinya, aku bersama pasukan beranjak meninggalkan Recca. Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil.

"Paman Abu Qudamah!" serunya.

"Paman Abu Qudamah, tunggu sebentar, semoga Allah merahmatimu."

Kaki pun terhenti. Lalu aku berpesan kepada pasukan, "Tetaplah di tempat hingga aku mengetahui orang ini."

Dia mendekat dan memelukku.

"Alhamdulillah, Allah memberiku kesempatan menjadi pasukanmu. Sungguh Dia tidak ingin aku gagal," ucapnya.

"Kawan, singkaplah kain penutup kepalamu dahulu," pintaku.

Ia pun menyingkapnya. Ternyata wajahnya bak bulan purnama. Terpancar darinya cahaya ketaatan.

"Kawan, apakah engkau memiliki Abi?" tanyaku.

"Justru aku keluar bersamamu hendak menuntut balas kematian Abi. Dia (insya Allah) telah mati Syahid. Semoga saja Allah menganugerahiku Syahid seperti Abi," jawabnya.

"Lalu, bagaimana dengan Ummi?
Mintalah restu darinya terlebih dahulu.
Jika merestui, ayo berangkat. Jika tidak, layanilah beliau. Sungguh baktimu lebih utama dibandingkan jihad. Memang, Jannah di bawah bayangan pedang, namun juga di bawah telapak kaki ibu"

"Duhai Paman Abu Qudamah. Tidakkah engkau mengenaliku."

"Tidak."

"Aku putra pemilik titipan itu. Betapa cepatnya engkau melupakan titipan Ummi, pemilik Kepangan Rambut itu"

*"Aku, insya Allah, adalah Seorang Syahid Putra Seorang Syahid. Aku memohon kepadamu dengan nama Allah, jangan kau halangi aku ikut Berjihad fii Sabilillah bersamamu. Aku telah menyelesaikan Al-Qur'an. Aku juga telah mempelajari Sunnah Rasul. Aku pun lihai menunggang kuda dan memanah. Tak ada seorang pun lebih berani dariku. Maka, janganlah kau remehkan aku hanya karena aku masih belia."*

"Ummi telah bersumpah agar aku tidak kembali. Beliau berpesan: *"Nak, jika kau telah melihat musuh, Jangan pernah kau lari. Persembahkanlah Ragamu untuk Allah. Carilah kedudukan di sisi Allah. Jadilah tetangga Abimu dan paman-pamanmu yang Sholeh di Surga. Jika nantinya kau menjadi Syahid, jangan kau lupakan Ummi. Berilah Ummi Syafa'at. Aku pernah mendengar Fadhilah bahwa Seorang Syahid akan Memberi Syafaat untuk 70 orang keluarganya dan juga 70 orang tetangganya."*
Ummi pun memelukku dengan erat dan mendongakkan kepalanya ke langit.

*"Rabbku.. Maulaku.. Inilah putraku, penyejuk jiwaku, buah hatiku..  Aku persembahkan ia untukMu. Dekatkanlah ia dengan ayahnya,"*
terang sang pemuda.
Kata-katanya terus mendobrak tanggul air mataku.

Dan akhirnya aku benar-benar tak kuasa menahannya. Aku tersedu-sedu. Aku tak tega melihat Wajahnya yang masih muda & polos. Namun begitu tinggi tekadnya. Aku pun tak bisa membayangkan Kalbu Sang Ibu. Betapa sabarnya ia.

Melihatku menangis, sang pemuda bertanya,
"Paman, apa gerangan tangisanmu ini...???
Jika sebabnya adalah usiaku, bukankah ada orang yang lebih muda dariku, namun Allah tetap mengadzabnya jika bermaksiat ...???"

"Bukan," aku segera menyanggah.

"Bukan lantaran usiamu. Namun aku menangis karena Kalbu Ibumu. Bagaimana jadinya nanti jika engkau gugur?"

🌴Akhirnya aku menerimanya sebagai bagian dari pasukan. Siang malam si pemuda tak pernah jemu Berdzikir kepada Allah Ta'ala. Saat pasukan bergerak, ia yang paling lincah mengendalikan kuda. Saat pasukan berhenti istirahat, ia yang paling Aktif Melayani pasukan. Semakin kita melangkah, tekadnya juga semakin membuncah, semangatnya semakin menjulang, kalbunya semakin lapang dan tanda-tanda kebahagiaan semakin terpancar darinya.

Kami terus berjalan menyusuri hamparan bumi nan luas. Hingga kami tiba di medan laga bersamaan dengan bersiap-siapnya matahari untuk terbenam. Sesampainya, sang pemuda memaksakan diri menyiapkan hidangan berbuka untuk pasukan.  Memang, hari itu kami berpuasa.
Dan dikarenakan hal inilah juga khidmatnya kepada pasukan selama perjalanan, dia tertidur pulas. Pulas sekali hingga kami iba membangunkan.

Akhirnya, kami sendiri yang menyiapkannya dan membiarkan si pemuda tidur. Saat tidur, tiba-tiba bibirnya mengembang menghiasi wajahnya.

"Lihatlah, ia tersenyum!" kataku pada teman keheranan.

Setelah bangun, aku bertanya padanya, "Kawan, saat tertidur kau tersenyum. Apa gerangan mimpimu?"

"Aku mimpi indah sekali. Membuatku bahagia," jawabnya

"Ceritakanlah padaku!" pintaku penasaran."

📢"Aku seperti di sebuah Taman Hijau nan permai. Indah sekali. Pemandangannya menarik kalbuku untuk berjalan-jalan. Saat asyik berjalan, tiba-tiba aku berdiri di depan istana Perak, balkonnya dari Batu Permata dan mutiara serta pintu-pintunya dari Emas. Sayang, tirai-tirainya terjuntai, menghalangiku dari bagian dalam Istana. Namun tak lama, keluarlah Gadis-gadis menyingkap tirai-tirainya.

Sungguh Wajah mereka bagaikan rembulan. Kutatap wajah-wajah Cantik itu dengan penuh kekaguman, Amboi Cantiknya.
*"Marhaban,"* kata salah seorang dari mereka tahu ku memandanginya.
Aku pun tak tahan hendak menjulurkan tangan menyentuhnya. Belum sampai tangan ini menyentuh, dia berkata,
*"Belum. Ini belum waktunya. Janganlah terburu-buru."*
Telingaku juga menangkap sebuah suara salah seorang mereka, *"Ini suami Al Mardhiyah."*
Mereka berkata kepadaku, *"Kemarilah,Yarhamukalloh."*
Baru saja kakiku hendak melangkah, ternyata mereka telah berdiri di depanku.

Mereka membawaku ke atas Istana. Di sebuah kamar, seluruhnya dari Emas merah yang berkilauan indahnya. Dalam kamar itu ada dipan yang bertahtakan Permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari Perak putih. Dan di atasnya. . .😱😱😱😱😱
Seorang Gadis belia dengan Kecantikan Wajahnya bersinar lebih Indah daripada Rembulan...!!!
Kalaulah Allah tidak memantapkan kalbu dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikannya...!!!
*"Marhaban, ahlan wa sahlan, duhai Wali Allah. Sungguh engkau adalah milikku dan aku adalah milikmu"* katanya menyambutku, membuatku tak terasa hendak memeluknya.
*"Sebentar...Janganlah terburu-buru. Belum waktunya. Aku berjanji padamu, kita bertemu besok selepas Sholat Dhuhur. Bergembiralah,"*
sang pemuda mengakhiri kisahnya.

🔖Lalu, aku berusaha membangkitkan himmahnya,
"Kawan, mimpimu begitu indah. Engkau akan melihat kebaikan nantinya." Kami pun bermalam dengan perasaan takjub dan kagum akan mimpi sang pemuda.

📍Esok hari, kami bersiap menghadapi kaum kafir. Barisan diluruskan, formasi dan strategi dimatangkan, senjata tergenggam kuat dan tali kekang kuda dipegang erat.

Semangat pun semakin berkobar saat mendengar Arahan,
*"Wahai segenap Tentara Allah, tunggangilah kuda-kuda kalian. Bergembiralah dengan Jannah. Majulah kalian, baik terasa ringan oleh kalian ataupun terasa berat."*

Tak lama,pasukan kuffar tiba di hadapan kami. Banyak sekali, bagaikan belalang yang menyebar kemana-mana.Perang bergolak pun terjadi. Kesunyian pagi hari sontak terpecah oleh teriakan pasukan kuffar dan Gema Takbir Kaum Muslimin.
Suara senjata yang saling beradu, berbaur dengan riuh rendah suara para prajurit yang sedang bertaruh nyawa.

Tiba-tiba aku mengkhawatirkan pemuda itu. Iya, dimana pemuda itu…Dimana pemuda itu...?
Ku berusaha mencari di tengah medan laga. Ternyata dia di barisan depan pasukan muslimin. Dia merangsek maju, menyibak pasukan kuffar dan memporak porandakan barisan mereka.

Dia bertempur dengan hebatnya. Dia mampu melumpuhkan begitu banyak pasukan kuffar. Namun begitu, tetap saja hati ini tak tega melihatnya. Aku segera menyusulnya di depan.

"Kawan, kau masih terlalu muda. Kau tak tahu betapa liciknya pertempuran. Kembalilah ke belakang,"
teriakku mencoba menyaingi suara riuh pertempuran, sambil menarik tali kekang kudanya.

"Paman, tidakkah kau membaca ayat: *"Wahai segenap Kaum Mukmin, jika kalian telah berperang dengan kaum kafir, maka janganlah kalian mundur ke belakang." (Al Anfal:15).* Sudikah engkau aku masuk neraka ?" serunya menimpali.

Saat kucoba memahamkannya, serbuan pasukan kuffar memisahkan kami. Aku berusaha mengejarnya, namun sia-sia. Peperangan semakin bergejolak.

Dalam kancah pertempuran, terdengarlah derap kaki kuda diiringi gemerincing pedang dan hujan panah. Lalu mulailah kepala berjatuhan satu persatu. Bau anyir darah tercium dimana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh tak bernyawa tergeletak bersimbah darah. Demi Allah, perang itu telah menyibukkan tiap orang akan dirinya sendiri dan melalaikan orang lain. Sabetan dan kilatan pedang di atas kepala yang tak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak. Kedua pasukan bertempur habis-habisan.

▪Saat perang usai, aku segera mencari si pemuda. Terus mencari di medan laga. Aku khawatir dia termasuk yang terbunuh. Aku berkeliling mengendarai kuda di sekitar kumpulan korban.
Mayat demi mayat, sungguh wajah mereka tak dapat dikenali, saking banyaknya darah bersimbah dan debu menutupi.

Dimana sang pemuda ? Aku terus melanjutkan pencarian. Dan tiba-tiba aku mendengar suara lirih,
"Kaum muslimin, panggilkan pamanku,Abu Qudamah kemari!"

Itu suaranya, teriakku dalam kalbu. Kucari sumber suara, ternyata benar, si pemuda. Berada di tengah-tengah kuda bergelimpangan. Wajahnya bersimbah darah dan tertutup debu.  Hampir aku tak mengenalnya.

💦Aku segera mendatanginya. "Aku di sini! Aku di sini! Aku Abu Qudamah!" isakku tak kuasa menahan tangis.

Aku sisingkan sebagian kainku dan mengusap darah yang menutupi wajah polosnya.

*"Paman, Demi Rabbul Ka'bah, Aku telah meraih Mimpiku. Akulah Putra Ibu pemilik rambut kepang itu. Aku telah berbakti padanya, kukecup keningnya dan kuhapus debu dan darah yang terkadang mengalir di wajahnya," kenangnya.*

💦Sungguh aku benar-benar tak kuasa dengan kejadian ini.
"Kawan, janganlah kau lupakan Pamanmu ini. Berilah dia Syafa'at nanti di Hari Kiamat."

"Orang sepertimu takkan pernah kulupakan."
"Jangan!" serunya lagi saat kucoba mengusap wajahnya.

"Jangan kau usap wajahku dengan kainmu. Kainku lebih berhak untuk itu. Biarkanlah darah ini mengalir hingga aku menemui Rabb-ku, paman."

*"Paman, lihatlah, Bidadari yang pernah kuceritakan semalam padamu ada di dekatku. Dia menunggu Ruhku keluar. Dengarkanlah kata-katanya; "Sayang, bersegeralah. Aku rindu.'*

*"Paman, Demi Allah, tolong bawalah bajuku yang berlumuran darah ini untuk Ummi. Serahkanlah padanya, agar beliau tahu aku tak pernah menyia-nyiakan Petuahnya. Juga agar beliau tahu aku Bukanlah Pengecut melawan kaum kafir yang busuk itu. Sampaikanlah salam dariku dan katakan Hadiahmu telah Diterima Allah. Paman, saat berkunjung ke rumah nanti, kau akan bertemu adik perempuanku. Usianya sekitar sepuluh tahun. Jika aku datang, ia sangat gembira menyambutku. Dan jika aku pergi, ia paling tidak mau kutinggalkan."*

*"Saat kumeninggalkannya kali ini, ia mengharapkanku cepat kembali. "Kak, cepat pulang, ya." Itulah kata-katanya yang masih terngiang di telingaku. Jika engkau bertemu dengannya, sampaikan salamku padanya dan katakan; "Allah-lah yang akan menggantikan Kakak sampai Hari Kiamat."*
kata-katanya terus membuat air mataku meleleh.

💦Menetes dan terus menetes membuat aliran sungai di pipi.
*"Asyhadu alla ilaaha illalloh, wahdahu laa syarikalah, sungguh benar janji-Nya. Wa Asyhadu anna Muhammadarrosululloh. Inilah apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya dan Nyatalah apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya."*
*Itulah kata-kata terakhirnya sebelum Ruh berlepas dari jasadnya.*

Lalu aku mengkafaninya dan menguburkannya.
Aku harus segera ke Recca, tekadku. Aku segera pergi ke Recca. Tak lain dan tak bukan tujuanku hanyalah Ibu si Pemuda.

Celakanya aku, aku belum mengetahui nama si Pemuda dan dimana rumahnya. Aku berkelililing ke seluruh kota Recca. Setiap sudut, gang dan jalan kutelusuri.
Dan akhirnya aku mendapatkan seorang gadis mungil. Wajahnya bersinar mirip si Pemuda.

Ia melihat-lihat setiap orang yang berlalu di depannya. Tiap kali melihat orang baru datang dari bepergian, ia bertanya,
"Paman, anda datang darimana?"

"Aku datang dari Jihad," kata lelaki itu.

"Kalau begitu kakakku ada bersamamu?" tanyanya

"Aku tak kenal, siapa kakakmu." kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang kedua dan tanyanya, "Paman, anda datang dari mana?"

"Aku datang dari Jihad," jawabnya.

"Kakakku ada bersamamu?", tanya gadis itu.

"Aku tak kenal, siapa kakakmu." jawabnya sambil berlalu.

💦Gadis itu pun tak bisa menahan rindu kepada sang kakak. Sambil terisak-isak, dia berkata,
*"Mengapa mereka semua kembali dan Kakakku tak kunjung kembali?"*

Aku iba kepadanya. Kucoba menghampiri tanpa membawa ekspresi kesedihan.
"Adik kecil, bilang sama Ummi, Abu Qudamah datang."

Mendengar suaraku, Sang Ibu keluar.
"Assalamu'alaikum," salamku.
"Wa'alaikum salam," jawabnya.

*"Engkau ingin memberiku Kabar Gembira atau Berbela Sungkawa?" lanjutnya.*

"Maksud, ibu ?"

*"Jika putraku datang dengan selamat, berarti engkau Berbela Sungkawa. Jika dia Mati Syahid, berarti engkau kemari membawa Kabar Gembira," terangnya.*

*"Bergembiralah. Allah telah menerima Hadiahmu."*

Ia pun menangis terharu. "Benarkah?"
"Iya." jawabku.
Benar-benar ia tak kuasa menahan tangisnya.

*"Alhamdulillah.Segala puji milik Allah yang telah menjadikannya tabunganku di Hari Kiamat," pujinya kepada Dzat Yang Maha Kuasa.*

Para sahabat Abu Qudamah mendengarkan kisahnya dengan penuh kekaguman.

"Lalu gadis kecil itu bagaimana?" tanya salah seorang dari mereka.

Dia mendekat kepadaku. Dan kukatakan padanya,
*"Kakakmu menitipkan salam padamu dan berkata; "Dik, Allah-lah yang menggantikanku sampai Hari Kiamat nanti".*

💦 Tiba-tiba dia menangis sekencang-kencangnya. Wajahnya pucat. Terus menangis hingga tak sadarkan diri. Dan setelah itu nyawanya tiada.

☔Sang ibu mendekapnya dan menahan sabar atas semua musibah yang menimpanya.
Aku benar-benar terharu melihat kejadian ini. Aku serahkan padanya sekantong uang. Berharap bisa mengurangi bebannya. Sang ibu pun melepas kepergianku.
*Aku meninggalkan mereka dengan kalbu yang penuh kekaguman kepada Ketabahan Sang Ibu, Sifat Ksatria Sang Pemuda dan Cinta gadis kecil itu kepada kakaknya…*(SELESAI)
—————————————————————-

🌻Ya Rohman Ya Rohiim Kabulkanlah seuntai Do'a kami. Memang terasa berat meniti Jalan Surga-Mu. Syahwat yang selalu menyambar, Syubhat yang terus menghantam, setan yang tak pernah menyerah dan nafsu jahat yang senantiasa memberontak. Sedangkan kalbu ini lemah, ya Rabb...
Kalaulah bukan karena-Mu, tidaklah kami ini menjadi Muslim. Tidak pula mengerjakan Sholat, tidak pula Bersedekah. Teguhkanlah kaki kami di atas Jalan-Mu ini !

————————————————–
Oleh Al-Akh Yahya Al-Windany
Diterjemahkan dengan beberapa editing tanpa merubah tujuan dan makna dari Kitab 'Uluwwul Himmah indan Nisaa', 212-217.

Lihat juga:
Masyari'ul Asywaqi ila Mashori'il Usysyaqi: 1/285-290.2.

Sifatush Shofwah: 2/369-3703.

Tarikh Islam: 1/214-215
————————————————–
Semoga Bermanfaat ! Baarakallahufiykum.

••✿❁✿••

16 Juni 2016

BUKBER YATIM DAN JANDA


07 Juni 2016

Hukum Memangkas Jenggot

Dalam postingan sebelumnya telah kami bahas hukum memelihara jenggot. Namun masih ada yang bertanya-tanya, bagaimana jika kita memiliki jenggot yang lebat, apakah boleh dirapikan? Ada juga yang sempat bertanya, bagaimana jika kita sengaja memangkasnya sampai habis, apakah itu dosa?

Mudah-mudahan postingan kali ini bisa menjawabnya dan mempertajam berbagai argumen kami dalam postingan sebelumnya. Hanya Allah yang senantiasa membuka pintu kemudahan.

Memangkas Jenggot Suatu yang Dilarang

Saudaraku, perlulah engkau tahu bahwa memangkas jenggot adalah suatu hal yang terlarang berdasarkan alasan-alasan berikut:

Pertama: Menyelisihi Perintah Nabi

Memelihara jenggot diperintahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung. Berdasarkan kaedah yang sudah dikenal oleh para ulama bahwa hukum asal suatu perintah adalah wajib. Jadi, jika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Biarkanlah jenggot", karena itu adalah kalimat perintah, maka hukumnya adalah wajib. Perintah ini bisa beralih menjadi sunnah (dianjurkan) jika memang ada dalil yang memalingkannya. Namun dalam masalah membiarkan (memelihara) jenggot tidak ada satu dalil pun yang bisa memalingkan dari hukum wajib. Sehingga memelihara jenggot dan tidak memangkasnya adalah suatu kewajiban.

Di antara hadits yang menunjukkan bahwa hal ini termasuk perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga menghasilkan hukum wajib adalah hadits berikut.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى

"Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot."[1]

Ibnu 'Umar berkata,

أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.

"Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot."[2]

Yang dimaksud dengan membiarkan jenggot adalah membiarkannya sebagaimana adanya[3], artinya jenggot tidak boleh dipangkas.

Kedua: Tasyabbuh (Menyerupai) Orang Kafir

Mencukur jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

"Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi."[4]

Ketiga: Tasyabbuh (Menyerupai) Wanita

Kita ketahui bersama bahwa secara normal, wanita tidak berjenggot. Sehingga jika ada seorang pria yang  memangkas jenggotnya hingga bersih, maka dia akan serupa dengan wanita. Padahal,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita."[5]

Catatan: Hal ini tidak menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki jenggot -secara alami- menjadi tercela. Perlu dipahami bahwa hukum memelihara jenggot ditujukan bagi orang yang memang memiliki jenggot.

Keempat: Menyelisihi Fitrah Manusia

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ

"Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja' (cebok) dengan air."[6]

Di antara definisi fitroh adalah ajaran para Nabi, sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan ulama.[7] Berarti memelihara jenggot termasuk ajaran para Nabi. Kita dapat melihat pada Nabi Harun yang merupakan Nabi Bani Israil. Dikisahkan dalam Surat Thaha bahwa beliau memiliki jenggot.

قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي

"Harun menjawab' "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku." (QS. Thaha: 94). Dengan demikian, orang yang memangkas jenggotnya berarti telah menyeleweng dari fitrah manusia yaitu menyeleweng dari ajaran para Nabi.

Jadi Apa Hukum Memangkas Jenggot?

Berdasarkan dalil-dalil yang telah kami bawakan, kami dapat menyimpulkan bahwa hukum memangkas jenggot adalah haram. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

ويُحْرَمُ حَلْقُ اللِّحْيَةِ

"Memangkas jenggot itu diharamkan."[8]

Imam Asy Syafi'i sendiri dalam Al Umm berpendapat bahwa memangkas jenggot itu diharamkan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar Rif'ah ketika menyanggah ulama yang mengatakan bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh.[9]

Seorang ulama Malikiyah, Kholil bin Ishaq Al Maliki mengatakan, "Diharamkan bagi laki-laki untuk memangkas habis jenggot dan kumisnya. Pelakunya pun pantas mendapat hukuman."[10]

Bahkan Ibnu Hazm dan ulama lainnya mengatakan bahwa haramnya memangkas jenggot adalah ijma' (konsensus) ulama kaum muslimin.[11]

Bagaimana Hukum Merapikan atau Memendekkan Jenggot?

Sebagian saudara kami, ada yang sempat menanyakan seperti ini. Sebagian ulama memang ada yang membolehkan memotong jenggot yang lebih dari satu genggam. Namun yang dipotong adalah bagian bawah genggaman dan bukan atasnya. Misalnya kita memegang jenggot yang cukup lebat dengan satu genggaman tangan, maka sisa di bawah yang lebih dari satu genggaman boleh dipotong. Itulah yang dimaksudkan ulama tersebut.

Mereka membolehkan hal ini, beralasan dengan perbuatan Ibnu 'Umar yang setiap kali berhaji atau umroh menggenggam jenggotnya, kemudian selebihnya beliau potong[12]. Ulama-ulama tersebut pun mengatakan bahwa Ibnu 'Umar yang membawakan hadits "biarkanlah jenggot" melakukan seperti ini dan beliau lebih tahu apa yang beliau riwayatkan.

Untuk menanggapi pernyataan ulama-ulama tersebut, ada beberapa sanggahan berikut.

1. Ibnu 'Umar hanya memendekkan jenggotnya ketika tahallul ihrom dan haji saja, bukan setiap waktu. Maka tidak tepat perbuatan beliau menjadi dalil bagi orang yang memendekkan jenggotnya setiap saat bahkan jenggotnya dipangkas habis hingga mengkilap bersih.

2. Perbuatan Ibnu 'Umar muncul karena beliau memahami firman Allah ketika manasik,

مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ

"Dengan mencukur rambut kepala dan memendekkannya." (QS. Al Fath: 27). Beliau menafsirkan ayat ini bahwa ketika manasik hendaklah mencukur rambut kepala dan memendekkan jenggot.

3. Apabila perkataan atau perbuatan sahabat menyelisihi apa yang ia riwayatkan, maka yang jadi tolak ukur tetap pada hadits yang ia riwayatkan, bukan pada pemahaman atau perbuatannya. Maka yang jadi tolak ukur adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dengan demikian, pendapat yang lebih tepat adalah wajib membiarkan jenggot apa adanya tanpa memangkas atau memendekkannya dalam rangka mengamalkan hadits-hadits yang memerintahkan untuk membiarkan jenggot. Inilah yang dipahami oleh mayoritas ulama. Wallahu a'lam bish showab.[13]

Bagaimana Bila Disuruh Ortu dan Istri untuk Memangkas Jenggot?

Sebagian muslim memang sudah mengetahui bahwa memelihara jenggot adalah suatu kewajiban dan memangkasnya adalah terlarang. Namun, memang teramat berat bila kita mengamalkan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang satu ini. Apalagi jika memiliki jenggot yang begitu lebat. Ada rasa malu dan takut terhadap keluarga dan masyarakat karena takut kena sindiran dan jadi bahan cerita. Sehingga karena ortu, istri atau kakak, jenggot pun dipangkas.

Yang kami nasehatkan, "Tetaplah engkau memelihara dan membiarkan jenggotmu begitu saja. Karena tidak boleh seorang pun menaati makhluk dalam rangka bermaksiat pada Allah, walaupun yang memerintahkan adalah ayah atau ibu kita sendiri. Namun dalam masalah ketaatan lainnya yang bukan maksiat tetaplah kita taati. Kita pun mesti tetap berakhlaq baik dengan mereka."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

"Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam melakukan kebajikan."[14]

Beliau juga bersabda,

السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

"Patuh dan taatlah pada seorang muslim pada apa yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak boleh ada kepatuhan dan taat."[15]

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

أَطِعْ أَبَاكَ مَا دَامَ حَيًّا وَلاَ تَعْصِهِ

"Tatatilah ayahmu semasa ia hidup, namun selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat."[16]

Ada pula yang merasa malu dengan jenggotnya di hadapan ortu dan kerabatnya sehingga ia pun tidak segan-segan memangkasnya hingga dagunya terlihat mulus.

Nasehat kami, "Tidak perlu engkau mencari keridhoan manusia sedangkan engkau membuat Allah cemburu dan murka dengan maksiat yang engkau lakukan."

Ingatlah, jika seseorang hanya mencari keridhoan Allah dalam setiap langkahnya, pasti Allah pun akan ridho padanya, begitu pula orang-orang yang ada di sekitarnya. Karena kita mesti tahu bahwa Allah-lah yang membolak-balikkan hati. Mungkin awalnya ortu dan kerabat tidak suka dengan jenggot kita. Namun lama kelamaan dengan kehendak Allah, hati mereka bisa saja berubah. Kita do'akan semoga demikian.

Aisyah radhiyallahu 'anha pernah menuliskan surat kepada Mu'awiyah. Isinya sebagai berikut.

سَلاَمٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ ». وَالسَّلاَمُ عَلَيْكَ.

"Semoga keselamatan untukmu. Amma Ba'du. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa mencari ridho Allah sedangkan manusia murka ketika itu, maka Allah akan bereskan urusannya dengan manusia yang murka tersebut. Akan tetapi barangsiapa mencari ridho manusia, namun membuat Allah murka, maka Dia akan serahkan orang tersebut kepada manusia". Semoga keselamatan lagi padamu."[17] Jadi, yang mesti dicari adalah ridho Allah dan bukan ridho manusia.

Tidak Perlu Takut Jika Disebut Teroris

Dari Anas bin Malik –pembantu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam– mengatakan,"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang sudah putih."[18] Jika orang yang berjenggot adalah teroris dan sesat, maka silakan katakan pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti itu karena beliau juga berjenggot.

Oleh karena itu, mengapa kita mesti takut dengan sindiran seperti ini? Orang sholih dan orang yang mau berbuat pasti selalu mendapat komentar sana-sini. Kita tidak perlu khawatir karena orang-orang yang terbaik terdahulu juga berpenampilan seperti itu. Selama ajaran tersebut mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka komentar siapa pun tidak perlu digubris.

Orang yang Berjenggot adalah Orang yang Begitu Tampan

Sebagian orang beranggapan bahwa berjenggot –apalagi lebat- adalah penampilan yang kurang menarik bahkan terlihat jorok dan menjijikkan.

Sebenarnya seperti ini tergantung dari penilaian masing-masing. Orang yang berpakaian tapi telanjang saat ini mungkin dinilai sebagian kalangan sebagai cara berpakaian yang wajar dan tidak masalah. Namun bagaimanakah tanggapan orang yang lebih memahami agama? Tentu akan berbeda. Maka kami sangka, itu hanyalah pandangan orang yang kesehariannya jauh dari agama sehingga merasa aneh dan jijik dengan jenggot.

Lihatlah bagaimana penilaian Ibunda orang-orang beriman ('Aisyah radhiyallahu 'anha). Suatu saat 'Aisyah pernah mengatakan,

وَالَّذِيْ زُيِّنَ الرِّجَالُ بِاللِّحَى

"Yang membuat pria semakin tampan adalah jenggotnya."[19]

Kalau kita perhatikan, pandangan 'Aisyah jauh berbeda dengan orang saat ini yang menganggap jeleknya berjenggot. Namun tidak perlu kita gubris perkataan semacam itu. Orang yang berjenggot adalah orang yang dinilai baik di sisi Allah dan dia pun sebenarnya orang yang tampan karena jenggot yang begitu lebat di wajahnya. Orang yang gundul jenggot, itulah orang yang tandus.

Pernah beberapa orang menanyakan pada seorang majnun (orang gila) di Kufah, "Bagaimana pendapatmu dengan jenggot (lebat) ini?" Orang majnun itu berkomentar, "Negeri yang subur tentu saja akan menghasilkan tanaman dengan izin Rabbnya. Adapun tanah yang jelek adalah tanah yang hanya mengeluarkan tanaman yang sifatnya sangat jarang." [20]

Inilah gurauan seorang majnun terhadap orang yang tanahnya tandus (tidak memiliki jenggot) atau pada orang yang sengaja memangkas jenggotnya. Intinya, wajah yang baik adalah wajah yang memiliki jenggot dan lebat.

Catatan: Apakah Mesti Menumbuhkan Jenggot dengan Obat?

Sebagian orang memang ada yang tidak dianugerahi jenggot yang lebat atau tidak memiliki jenggot sama sekali. Seharusnya orang seperti ini pasrah dengan takdir Allah tersebut. Janganlah dia berlebihan (ghuluw) sampai-sampai karena ingin mengikuti ajaran Nabi, dia pun memaksakan diri menggunakan obat perangsang penumbuh jenggot. Ketahuilah, seseorang tidak perlu menggunakan obat penumbuh jenggot semacam itu. Cukuplah dia memiliki jenggot seadanya dan pasrah dengan apa yang telah ditakdirkan padanya.

Ibnu Daqiq Al 'Ied mengatakan,

لَا أَعْلَم أَحَدًا فَهِمَ مِنْ الْأَمْر فِي قَوْله " أَعْفُوا اللِّحَى " تَجْوِيز مُعَالَجَتهَا بِمَا يُغْزِرهَا كَمَا يَفْعَلهُ بَعْض النَّاس

"Aku tidaklah mengetahui seorang ulama pun yang memahami hadits Nabi "biarkanlah jenggot" yaitu menggunakan obat penumbuh jenggot –supaya melebatkan jenggotnya- sebagaimana yang sering dilakukan sebagian manusia."[21]

Demikianlah pembahasan tambahan kami mengenai jenggot untuk melengkapi pembahasan sebelumnya. Posting selanjutnya adalah jawaban untuk sedikit kerancuan seputar jenggot.

Semoga Allah meneguhkan kita agar dapat terus berpegang teguh dengan ajaran Nabi-Nya. Hanya Allah yang senantiasa memberi taufik.

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Panggang, Gunung Kidul, 9 Dzulqo'dah 1430 H.




[1] HR. Muslim no. 625, dari Ibnu 'Umar

[2] HR. Muslim no. 624

[3] Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar, 16/484, Mawqi' Al Islam dan Syarh An Nawawi 'ala Muslim, 1/416, Mawqi' Al Islam

[4] HR. Muslim no. 626, dari Abu Hurairah

[5] HR. Bukhari no. 5885, dari Ibnu 'Abbas.

[6] HR. Muslim no. 627, dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu 'anha

[7] Lihat Syarh An Nawawi 'ala Muslim, 1/414

[8] Fatawa Al Kubro, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 5/302, Darul Ma'rifah, Beirut, cetakan pertama, 1386

[9] Lihat I'anatuth Tholibin, Al Bakri Ad Dimyathi, 2/386, Asy Syamilah

[10] Manhul Jalil Syarh Mukhtashor Kholil, 1/148, Mawqi' Al Islam

[11] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/102, Maktabah At Taufiqiyah

[12] Sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari no. 5892 dan Shahih Muslim no. 259.

[13] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/102-103.

[14] HR. Bukhari no. 7257 dan Muslim no. 1840, dari 'Ali

[15] HR. Bukhari no. 7144, dari Ibnu 'Umar

[16] HR. Ahmad. Dikatakan oleh Syu'aib Al Arnauth bahwa sanadnya hasan.

[17] HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[18] Lihat Mukhtashor Syama'il Al Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih

[19] Lihat 'Uyunul Akhbar, Ibnu Qutaibah Ad Dainuri, hal. 390, Mawqi' Al Waroq. Namun di dalam riwayat tersebut terdapat Ibnu Daud yang tidak tsiqoh atau tidak terpercaya (Lihat Tadzkirotul Mawdhu'at, Thahir Al Fataniy Al Hindi, hal. 160, Mawqi' Ya'sub).

[20] 'Uyunul Akhbar, Ibnu Qutaibah Ad Dainuri, hal. 390.

[21] Fathul Bari, 16/484

12 Februari 2016

10 alasan menghafal Al-Quran tetap menyenangkan walau tak hafal-hafal

10 alasan menghafal Al-Quran tetap menyenangkan walau tak hafal-hafal
Ilustrasi - 10 alasan menghafal Al-Quran tetap menyenangkan walau tak hafal-hafal
⤴

(Arrahmah.com) – Menjadi Hafidz Al-Quran merupakan cita-cita luhur kaum Muslimin. Karena dengan hafalan Al-Quranlah derajat kita di surga bisa naik.

Namun, terkadang menghafal bisa menjadi menjenuhkan karena kesulitan menghafal Al-Quran.

Berikut adalah motivasi dari Ustadz Deden M. Makhyaruddin, M.A. agar menghafal Al-Quran tetap menyenangkan walau tak kunjung menghafal seluruh ayat Al-Quran:

  1. Satu huruf Al-Qur'an satu kebaikan, dan satu kebaikan 10 pahala. Bagi yang kesulitan melafalkan, satu hurufnya dua kebaikan. Berarti setiap hurufnya 20 pahala. Semakin sulit semakin banyak. Kalikan dengan jumlah pengulangan Anda.

  2. Al-Qur'an, seluruhnya, adalah kebaikan. Menghafal tak hafal-hafal berarti Anda berlama-lama dalam kebaikan. Semakin lama semakin baik. Bukankah Anda menghafal untuk mencari kebaikan.

  3. Ketika Anda menghafal Al-Qur'an, berarti Anda sudah punya niat yang kuat. Rasulullah saw menyebut 70 syuhada dalam tragedi sumur Ma'unah sebagai qari (hafizh), padahal hafalan mereka belum semua. Ini karena seandainya mereka masih hidup, mereka akan terus menghafal. Jadi, meski Anda menghafal tak hafal-hafal, Anda adalah hafizh selama tak berhenti menghafal. Bukankah hafizh yang sebenarnya di akhirat?

  4. Menghafal Al-Qur'an ibarat masuk ke sebuah taman yang indah. Mestinya Anda betah, bukan ingin buru-buru keluar. Menghafal tak hafal-hafal adalah cara Allah memuaskan Anda menikmati taman itu. Tersenyumlah.

  5. Ketika Anda menghafal Al-Quran, meski tak hafal-hafal, maka dapat dipastikan, paling tidak, selama menghafal, mata Anda, telinga Anda, dan lisan Anda tidak sedang melakukan maksiat. Semakin lama durasinya, semakin bersih.

  6. Memegang mushaf adalah kemuliaan, dan melihatnya adalah kesejukan. Anda sudah mendapatkan hal itu saat menghafal kendati tak hafal-hafal.

  7. Adakalanya kita banyak dosa. Baik yang terasa maupun tak terasa. Dan menghafal tak hafal-hafal adalah kifaratnya, di mana, barangkali, tidak ada kifarat lain kecuali itu.

  8. Tak hafal-hafal adakalanya karena Allah sangat cinta kepada kita. Allah tak memberikan ayat-ayat-Nya sampai kita benar-benar layak dicintai-Nya. Jika kita tidak senang dengan keadaan seperti ini, maka kepada siapa sebenarnya selama ini kita mencintai. Ini yang disebut: Dikangenin ayat.

  9. Menghafal tak hafal-hafal tentu melelahkan. Inilah lelah yang memuaskan, karena setiap lelahnya dicatat sebagai amal sholeh. Semakin lelah semakin sholeh.

  10. Menghafal tak hafal-hafal, tandanya Anda di pintu hidayah. Berat tandanya jauh dari nafsu. Jauh dari nafsu tandanya dekat dengan ikhlas. Dan ikhlas lahirkan mujahadah yang hebat.

*Ustadz Deden M. Makhyaruddin, M.A meraih juara 1 Musabaqah Al-Quran Internasional bergengsi, yaitu tahfiz 30 juz beserta tafsirnya dengan bahasa Arab pada tahun 2011, di Maroko.

- See more at: http://www.arrahmah.com/rubrik/10-alasan-menghafal-al-quran-tetap-menyenangkan-walau-tak-hafal-hafal.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter#sthash.X2Czz9sz.dpuf