30 Mei 2011

Mengapa Semua Jadi Begini?

Dengan terbata-bata berlinang linangan air mata penyesalan seorang remaja putri bercerita: "Peristiwa ini bermula hanya dari pembicaraan telepon antara diriku dengan seorang pria, lalu membuahkan kisah cinta di antara kami. Ia merayu bahwa dirinya sangat mencintaiku dan ingin segera meminangku.

Dia berharap dapat bertemu muka denganku, namun aku sungguh merasa keberatan bahkan aku mengancam ingin menjauhi dirinya, lalu menyudahi hubungan ini. Akan tetapi aku tak kuasa. Maka aku putuskan mengirimkan fotoku dalam sebuah surat cinta dengan semerbak wangi aroma bunga mawar.

Gayung bersambut suratku pun dibalas olehnya dan semenjak itu kami sering saling kirim surat. Suatu ketika melalui surat ia mengajakku untuk keluar pergi berduaan, aku menolak keras ajakan itu. Tetapi ia balik mengancam akan membeberkan semua tentang diriku, foto-fotoku, surat cintaku dan obrolanku dengannya selama ini melalui telepon, yang ternyata selalu ia rekam.

Aku benar-benar dibuat tak berdaya oleh ancamannya. Akhirnya aku pun pergi keluar bersamanya dan berharap dapat pulang ke rumah secepatnya. Memang aku pun akhirnya pulang, namun sudah bukan sebagai diriku yang dulu lagi, aku telah berubah.

Aku kembali ke rumah dengan membawa aib yang berkepanjangan, dan ketika kutanyakan kepadanya, "Kapan kita menikah? Apakah tidak secepatnya?"

Namun ternyata jawaban yang ia berikan sungguh menyakitkan, dengan nada menghina dan merendahkanku ia berkata: "Aku tak mau menikah dengan wanita murahan sepertimu!""

Untukmu Saudariku!!!

Wahai saudariku tercinta! Kini engkau tahu bagaimana akhir dari hubungan kami yang jelas-jelas terlarang ini. Karena itu berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus dalam hubungan semacam itu.

Jauhilah teman yang buruk perangai yang suatu saat bisa saja ia menjerumuskanmu lalu menyeretmu ke dalam pergaulan rendahan dan terlarang. Ia hiasi itu semua sehingga seakan-akan menarik dan menjadi hal biasa yang tidak akan berakibat apa-apa, tak akan ada aib dan lain sebagainya.

Jangan percaya omongannya! Itu semua tak lain adalah tipu daya yang dilancarkan oleh setan dan teman-temannya. Jika engkau tak mau berhati-hati maka sungguh hubungan haram itu akan berakibat sebagaimana yang telah kusebutkan di atas atau bahkan lebih parah dan menyakitkan lagi.

Berhati-hatilah jangan sampai engkau terpedaya dengan bujuk rayu para laki-laki pendosa itu yang kesukaannya hanya mempermainkan kehormatan orang lain. Mereka adalah pendusta dan pengkhianat, walau salah satu mulut mereka terkadang menyampaikan kejujuran dan keikhlasan.

Apa yang diinginkan mere- ka selalu sama, dan semua orang yang berakal mengetahui itu, seakan tiada yang tersembunyi. Berapa kali kita mendengarkan perilaku keji mereka terhadap para gadis remaja.

Namun sayang seribu sayang sebagian gadis tak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa memalukan yang menimpa gadis lainnya. Mereka tak mempercayai segala ucapan dan nasihat yang diberikan kecuali setelah peristiwa itu benar-benar menimpa, atau setelah terlanjur menjadi korban kebiadaban lelaki amoral.

Tatkala musibah dan aib yang mencoreng muka telah terjadi, maka ketika itulah ia baru terbangun dari keterlenaannya, timbullah penyesalan yang mendalam atas segala yang telah dilakukannya. Ia berangan-angan agar aib, derita dan kegetiran itu segera berakhir, namun musim telah berlalu dan segalanya telah terjadi,yang hilang tiada mungkin kembali!

"Mengapa semua jadi begini?"

Bagi yang terlanjur jatuh dalam hubungan yang terlarang, jika mau berpikir maka tentu ia akan menjauhi cara seperti itu sejak awal mulanya. Sehingga tak seorang pun bisa mengajaknya berpetualang dalam cinta. Sebab petualangan ini mempertaruhkan sesuatu yang paling mulia yang merupakan lambang harga diri dan kesucian wanita.

Jika sekali telah hilang maka tak akan mungkin kembali selamanya. Wanita mana yang menginginkan agar miliknya yang paling berharga hilang begitu saja dengan sia-sia demi kesenangan sekejap? Lalu setelah itu kembali ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat dalam keadaan terhina dan tersisih tiada mampu mendongakkan kepala?

Tiada lagi laki-laki yang menginginkannya, hidup terkucil dan penuh kerugian yang selalu mengiringi sisa umurnya. Hatinya makin teriris manakala melihat temannya yang lebih muda telah menjadi seorang istri, seorang ibu rumah tangga dan pendidik generasi muda.

Oleh karena itu wahai saudariku, pikirkanlah semua ini! Jauhilah olehmu hubungan muda-mudi yang melanggar aturan agama agar engkau tidak menjadi korban selanjutnya. Ambillah pelajaran dari peristiwa yang menimpa gadis selainmu, dan jangan sampai engkau menjadi pelajaran yang diambil oleh mereka.

Ketahuilah bahwa wanita yang terjaga kehormatannya itu sangatlah mahal, jika ia mengkhianati dan tak menjaga kehormatan itu maka kehinaanlah yang pantas baginya.

Tetaplah engkau pada kondisi jiwamu yang suci dan mulia dan janganlah sekali-kali engkau membuatnya hina serta menurunkan martabat dan ketinggian nilainya.

Jangan kau kira bahwa untuk mendapatkan suami yang baik hanya diperoleh melalui obrolan telepon, pacaran dan pergaulan bebas. Banyak di antara mereka yang jika dimintai pertanggung jawaban agar segera menikah justru mengatakan: Bagaimana mungkin aku menikahi wanita bodoh sepertinya? Bagaimana pula aku rela dengan tingkah laku dan caranya?

Bagi wanita yang telah mengkhianati kehormatannya sehari saja, maka tiada mungkin bagi diriku untuk memperistrinya.

Bila engkau tak menginginkan jawaban yang menyakitkan seperti ini maka jangan sekali-kali menjalin hubungan terlarang, cegahlah sedini mungkin. Selagi dirimu dapat mengendalikan segala urusan yang menyangkut pribadimu maka kemuliaan dan harga diri akan terjaga.

Carilah suami dengan cara yang baik dan benar, sebab kalau toh engkau mendapatkannya dengan cara gaul bebas dan cara-cara lain yang tidak benar maka biasanya akan berakibat tersia-sianya rumah tangga dan bahkan perceraian. Rata-rata kehidupan mereka dipenuhi oleh duri, saling curiga, menuduh dan penuh ketidakpercayaan.

Jangan kau percayai propaganda sesat yang berkedok kemajuan zaman atau kebebasan kaum wanita yang mengharuskan menjalin cinta terlebih dahulu sebelum menikah. Janganlah terkecoh, sebab cinta sejati tak akan ada kecuali setelah menikah. Sedang selain itu maka pada umumnya adalah cinta semu yang hanya mengikuti angan-angan dan fatamorgana, sekedar menuruti kesenangan, hawa nafsu dan pelampiasan emosi belaka.

Semoga engkau tersadar.

Untukmu wahai muslimah,

1. Hindari pembicaraan tak berguna lewat telepon, apalagi tentang cinta karena itu semua akan direkam oleh Allah dan juga mungkin oleh setan berbentuk manusia yang ingin memperdayakanmu. Ia jadikan ini sebagai senjata untuk menekanmu sehingga ia akan terus leluasa mempermainkanmu dan bahkan merampas kehormatanmu.

2. Hindari berfoto-foto dengan berbagai gaya, apalagi untuk diberikan kepada lelaki, atau diupload di jejaring sosial seperti; Facebook, Twitter, dll. Sebab hal itu bisa menjadi senjata ampuh bagi para serigala untuk menguasai dan menerkam mangsanya.

3. Janganlah main surat cinta dan mencurahkan hati lewat tulisan.

4. Jauhilah majalah-majalah dan cerita atau novel rendahan dan jangan kau dengarkan lagu-lagu yang merusak.

5. Jangan menonton film-film yang merusak dan menyesatkan yang dari sini akan muncul problem sosial dan penyimpangan.

6. Jangan kau pertontonkan auratmu di hadapan orang karena itu menunjukkan kedunguan, kelemahan iman dan buruknya kepribadian. Ia juga merupakan tanda jatuhnya moral masyarakat dan pribadi serta dapat mengundang kepada kerusakan dan kekejian.

7. Jagalah hijab atau busana muslimah, karena ia merupakan penjaga dan kesucian, kemuliaan dan ketinggian bagi wanita. Ia merupakan bukti nyata atas keimananmu,ketinggian moral dan akhlakmu. Ia akan membedakan dirimu dengan wanita-wanita lain yang tiada punya malu yang memperlihatkan sesuatu yang seharusnya disembunyikan.

8. Jauhilah segala bentuk dosa dan kemaksiatan karena itu semua sebab terbesar hilangnya nikmat dan datangnya siksa serta musibah. Ia merupakan sebab yang menjerumuskan manusia ke dalam kehancuran di dunia maupun akhirat.

Ingatlah, kehidupan dunia ini sangatlah singkat dan sementara, mungkin sebentar lagi engkau akan meninggalkannya.

Segera saja bertaubat memohon ampunan sebelum ada dinding penghalang antara taubat dengan dirimu. Wallahu a’lam bish shawab.

 

(Oleh Kholif Mutaqin. Disarikan dari Buletin Darul Wathan, judul: "Nihayatu Fatah")

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh

---------------------------------------------------------------------

dari: YAYASAN AL-SOFWA Jakarta

TOday's Quotes (16)

 

“Rasulullah SAW bersabda; Aku dengan pengasuh anak yatim baik keponakan sendiri atau orang lain itu seperti ( sambil menunjuk dua jari telunjuk dan jari tengah ).” ( HR.Muslim )

29 Mei 2011

TOday's Quotes (15)

Dari Abu Umamah Al Bahili ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: "Allah telah berfirman: Sebaik-baik persembahan yang dapat diberikan hamba-Ku kepada-Ku ialah menyampaikan nasehat karena Aku". (HR. Ahmad, Hakim, Abu Nu'aim)

27 Mei 2011

TOday's Quotes (14)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21)

TOday's Quotes (13)

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah beserta Ismail (seraya berdoa): Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ((QS. 2:127))

26 Mei 2011

HIKMAH KEMATIAN

Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Apakah anda tidak menyadari bahwa hari-hari yang anda lewati justru semakin mendekatkan anda kepada kematian sebagaimana juga yang berlaku bagi orang lain?

Seperti yang tercantum dalam ayat

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. 29:57)

tiap orang yang pernah hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang.

Saat ini, kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.

Coba renungkan seorang bayi yang baru saja membuka matanya di dunia ini dengan seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut. Keduanya sama sekali tidak berkuasa terhadap kelahiran dan kematian mereka. Hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan nafas bagi kehidupan atau untuk mengambilnya.

Semua makhluk hidup akan hidup sampai suatu hari yang telah ditentukan dan kemudian mati; Allah menjelaskan dalam Quran tentang prilaku manusia pada umumnya terhadap kematian dalam ayat berikut ini:

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. 62:8)

Kebanyakan orang menghindari untuk berpikir tentang kematian. Dalam kehidupan modern ini, seseorang biasanya menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang sangat bertolak belakang [dengan kematian]; mereka berpikir tentang: di mana mereka akan kuliah, di perusahaan mana mereka akan bekerja, baju apa yang akan mereka gunakan besok pagi, apa yang akan dimasak untuk makan malam nanti, hal-hal ini merupakan persoalan-persoalan penting yang sering kita pikirkan. Kehidupan diartikan sebagai sebuah proses kebiasaan yang dilakukan sehari-hari.

Pembicaraan tentang kematian sering dicela oleh mereka yang merasa tidak nyaman mendengarnya. Mereka menganggap bahwa kematian hanya akan terjadi ketika seseorang telah lanjut usia, seseorang tidak ingin memikirkan tentang kematian dirinya yang tidak menyenangkannya ini. Sekalipun begitu ingatlah selalu, tidak ada yang menjamin bahwa seseorang akan hidup dalam satu jam berikutnya.

Tiap hari, orang-orang menyaksikan kematian orang lain di sekitarnya tetapi tidak memikirkan tentang hari ketika orang lain menyaksikan kematian dirinya. Ia tidak mengira bahwa kematian itu sedang menunggunya!

Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua "kenyataan" dalam hidup tiba-tiba lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan "hari-hari indah" di dunia ini.

Renungkanlah segala sesuatu yang anda dapat lakukan saat ini: anda dapat mengedipkan mata anda, menggerakkan badan anda, berbicara, tertawa; semua ini merupakan fungsi tubuh anda.

Sekarang renungkan bagaimana keadaan dan bentuk tubuh anda setelah anda mati nanti.

Dimulai saat anda menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya, anda tidak ada apa-apanya lagi selain "seonggok daging".

Tubuh anda yang diam dan terbujur kaku, akan dibawa ke kamar mayat. Di sana, ia akan dimandikan untuk yang terakhir kalinya. Dengan dibungkus kain kafan, jenazah anda akan di bawa ke kuburan dalam sebuah peti mati.

Sesudah jenazah anda dimasukkan ke dalam liang lahat, maka tanah akan menutupi anda. Ini adalah kesudahan cerita anda. Mulai saat ini, anda hanyalah seseorang yang namanya terukir pada batu nisan di kuburan.

Selama bulan-bulan atau tahun-tahun pertama, kuburan anda sering dikunjungi. Seiring dengan berlalunya waktu, hanya sedikit orang yang datang. Beberapa tahun kemudian, tidak seorang pun yang datang mengunjungi.

Sementara itu, keluarga dekat anda akan mengalami kehidupan yang berbeda yang disebabkan oleh kematian anda. Di rumah, ruang dan tempat tidur anda akan kosong.

Setelah pemakaman, sebagian barang-barang milik anda akan disimpan di rumah: baju, sepatu, dan lain-lain yang dulu menjadi milik anda akan diberikan kepada mereka yang memerlukannya.

Berkas-berkas anda di kantor akan dibuang atau diarsipkan. Selama tahun-tahun pertama, beberapa orang masih berkabung akan kepergian anda.

Namun, waktu akan mempengaruhi ingatan-ingatan mereka terhadap masa lalu. Empat atau lima dasawarsa kemudian, hanya sedikit orang saja yang masih mengenang anda. Tak lama lagi, generasi baru muncul dan tidak seorang pun dari generasi anda yang masih hidup di muka bumi ini.

Apakah anda diingat orang atau tidak, hal tersebut tidak ada gunanya bagi anda.

Sementara semua hal ini terjadi di dunia, jenazah yang ditimbun tanah akan mengalami proses pembusukan yang cepat.

Segera setelah anda dimakamkan, maka bakteri-bakteri dan serangga-serangga berkembang biak pada mayat tersebut; hal tersebut terjadi dikarenakan ketiadaan oksigen. Gas yang dilepaskan oleh jasad renik ini mengakibatkan tubuh jenazah menggembung, mulai dari daerah perut, yang mengubah bentuk dan rupanya. Buih-buih darah akan meletup dari mulut dan hidung dikarenakan tekanan gas yang terjadi di sekitar diafragma.

Selagi proses ini berlangsung, rambut, kuku, tapak kaki, dan tangan akan terlepas. Seiring dengan terjadinya perubahan di luar tubuh, organ tubuh bagian dalam seperti paru-paru, jantung dan hati juga membusuk.

Sementara itu, pemandangan yang paling mengerikan terjadi di sekitar perut, ketika kulit tidak dapat lagi menahan tekanan gas dan tiba-tiba pecah, menyebarkan bau menjijikkan yang tak tertahankan. Mulai dari tengkorak, otot-otot akan terlepas dari tempatnya. Kulit dan jaringan lembut lainnya akan tercerai berai. Otak juga akan membusuk dan tampak seperti tanah liat.

Semua proses ini berlangsung sehingga seluruh tubuh menjadi kerangka.

Tidak ada kesempatan untuk kembali kepada kehidupan yang sebelumnya. Berkumpul bersama keluarga di meja makan, bersosialisasi atau memiliki pekerjaan yang terhormat; semuanya tidak akan mungkin terjadi.

Singkatnya, "onggokkan daging dan tulang" yang tadinya dapat dikenali; mengalami akhir yang menjijikkan.

Di lain pihak, anda atau lebih tepatnya, jiwa anda akan meninggalkan tubuh ini segera setelah nafas anda berakhir. Sedangkan sisa dari anda tubuh anda akan menjadi bagian dari tanah.

Ya, tetapi apa alasan semua hal ini terjadi?

Seandainya Allah ingin, tubuh ini dapat saja tidak membusuk seperti kejadian di atas. Tetapi hal ini justru menyimpan suatu pesan tersembunyi yang sangat penting

Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menunggu manusia; seharusnya menyadarkan dirinya bahwa ia bukanlah hanya tubuh semata, melainkan jiwa yang "dibungkus" dalam tubuh. Dengan lain perkataan, manusia harus menyadari bahwa ia memiliki suatu eksistensi di luar tubuhnya.

Selain itu, manusia harus paham akan kematian tubuhnya - yang ia coba untuk miliki seakan-akan ia akan hidup selamanya di dunia yang sementara ini -. Tubuh yang dianggapnya sangat penting ini, akan membusuk serta menjadi makanan cacing suatu hari nanti dan berakhir menjadi kerangka. Mungkin saja hal tersebut segera terjadi.

Walaupun setelah melihat kenyataan-kenyataan ini, ternyata mental manusia cenderung untuk tidak peduli terhadap hal-hal yang tidak disukai atau diingininya. Bahkan ia cenderung untuk menafikan eksistensi sesuatu yang ia hindari pertemuannya.

Kecenderungan seperti ini tampak terlihat jelas sekali ketika membicarakan kematian.

Hanya pemakaman atau kematian tiba-tiba keluarga dekat sajalah yang dapat mengingatkannya [akan kematian]. Kebanyakan orang melihat kematian itu jauh dari diri mereka.

Asumsi yang menyatakan bahwa mereka yang mati pada saat sedang tidur atau karena kecelakaan merupakan orang lain; dan apa yang mereka [yang mati] alami tidak akan menimpa diri mereka! Semua orang berpikiran, belum saatnya mati dan mereka selalu berpikir selalu masih ada hari esok untuk hidup.

Bahkan mungkin saja, orang yang meninggal dalam perjalanannya ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa koran esok hari akan memberitakan kematian mereka. Sangat mungkin, selagi anda membaca artikel ini, anda berharap untuk tidak meninggal setelah anda menyelesaikan membacanya atau bahkan menghibur kemungkinan tersebut terjadi. Mungkin anda merasa bahwa saat ini belum waktunya mati karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan.

Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindarinya:

Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja." (QS. 33:16)

Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang diri.

Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya. Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya.

Namun, tidak seorang pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah.

Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati hanyalah amal-amalnya saja.

 

@Harun Yahya

TOday's Quotes (12)

"Berdoalah kepada  Rabbmu dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allahtidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." [QS. Al-A'raf:55]

TOday's Quotes (11)

 
"Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diridari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina." [QS. Al-Mu'min:60]

TOday's Quotes (10)

"Siapa tidak memohon kepada Allah, maka Allah akan marah kepadanya." [HR. Ibnu Majah]
 

25 Mei 2011

DENDAM POSITIF

 
Berikut ada kisah inspiratif dari His Excellency Ali bin Ibrahim Al-Naimi (the Saudi Arabian Minister of Petroleum and Mineral Resources) yang juga sekaligus Past President, Director, and CEO of Saudi Aramco, the world's largest oil company.
 
Smoga meberikan hikmah bagi kita semua, yang terpuruk tidak menjadi patah semangat dengan mengatakan bahwa Allah tidak adil, yang sedang berjaya dengan kesuksesannya tidak menjadi pongah seolah semua itu abadi dan atas hasil usahanya (tanpa campur tangan Allah).

"Di sebuah perusahaan pertambangan minyak di Arab Saudi, di akhir tahun40-an. Seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan dan bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokannya yang kering. Ia begitu gembira ketika melihat air dingin yang tampak di depannya dan bersegera mengisi air dingin ke dalam gelas.
 
Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan:
"Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya khusus untuk insinyur. "Suara itu berasal dari mulut seorangi insinyur Amerika yang bekerja di perusahaan tersebut.

Remaja itu akhirnya hanya terdiam menahan haus. Ia tahu ia hanya anak miskin lulusan sekolah dasar. Kalaupun ada pendidikan yang dibanggakan, ia lulusan lembaga Tahfidz Quran, tapi keahlian itu tidak ada harganya di perusahaan minyak yang saat itu masih dikendalikan oleh manajemen Amerika.

Hardikan itu selalu terngiang di kepalanya. Ia lalu bertanya-tanya:
Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa segelas air saja dilarang untuk ku? Apakah karena aku
pekerja rendahan, sedangkan mereka insinyur ? Apakah kalau aku jadi insinyur aku bisa minum? Apakah aku bisa jadi insinyur seperti mereka?

Pertanyaan ini selalu tengiang-ngiang dalam dirinya. Kejadian ini akhirnya menjadi momentum bagitnya untuk membangkitkan "DENDAM POSITIF".

Akhirnya muncul komitmen dalam dirinya. Remaja miskin itu lalu bekerja keras siang hari dan melanjutkan sekolah malam hari. Hampir setiap hari ia kurang tidur untuk mengejar ketertinggalannya. Tidak jarang olok-olok dari teman pun diterimanya. Buah kerja kerasnya menggapai hasil.
 
Ia akhirnya bisa lulus SMA. Kerja kerasnya membuat perusahaan memberi kesempatan padanya untuk
mendalami ilmu. Ia dikirim ke Amerika mengambil kuliah S1 bidang teknik dan master bidang geologi.
 
Pemuda ini lulus  dengan hasil memuaskan. Selanjutnya ia pulang ke negerinya dan bekerja sebagai insinyur.  Kini ia sudah menaklukkan dendamnya, kembali sebagai insinyur dan bisa minum
air yang dulu dilarang baginya.
 
Apakah sampai di situ saja? Tidak, karirnya melesat terus. Ia sudah terlatih bekerja keras dan mengejar ketinggalan, dalam pekerjaan pun karirnya menyusul yang lain. Karirnya melonjak dari kepala bagian, kepala cabang, manajer umum sampai akhirnya ia menjabat sebagai wakil direktur, sebuah jabatan tertinggi yang bisa dicapai oleh orang lokal saat itu.
 
Ada kejadian menarik ketika ia menjabat wakil direktur. Insinyur Amerika yang dulu pernah mengusirnya, kini justru jad ibawahannya. 
 
Suatu hari insinyur bule ini datang menghadap karena ingin minta izin libur dan berkata; "Aku ingin mengajukan izin liburan. Aku berharap Anda tidak mengaitkan kejadian air di masa lalu dengan pekerjaan resmi ini. Aku berharap Anda tidak membalas dendam, atas kekasaran dan keburukan
perilakuku di masa lalu
 
" Apa jawab sang wakil direktur mantan pekerja rendahan ini: "Aku ingin berterimakasih
padamu dari lubuk hatiku yang paling dalam karena kau melarang aku minum saat itu. Ya dulu aku benci padamu. Tapi, setelah izin Allah, kamu lah sebab kesuksesanku hingga aku meraih sukses ini".

Kini dendam positif lainnya sudah tertaklukkan. Lalu apakah ceritanya  sampai disini? Tidak. Akhirnya mantan pegawai rendahan ini menempati jabatan tertinggi di perusahaan tersebut. Ia menjadi Presiden Direktur pertama yang berasal dari bangsa Arab.
 
Tahukan Anda apa perusahaan yang dipimpinnya?
Perusahaan itu adalah Aramco (Arabian American Oil Company) perusahaan minyak terbesar
di dunia. Ditangannya perusahaan ini semakin membesar dan kepemilikan Arab Saudi semakin dominan.

Kini perusahaaan ini menghasilkan 3.4 juta barrels (540,000,000 m3) dan mengendalikan lebih dari 100 ladang migas di Saudi Arabia dengan total cadangan 264 miliar barrels (4.20×1010 m3) minyak dan 253 triliun cadangan gas.

Atas prestasinya Ia ditunjuk Raja Arab Saudi untuk menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Mineral yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap dunia.

Tahukah kisah siapa ini? Ini adalah kisah Ali bin Ibrahim Al-Naimi yang sejak tahun 1995 sampai saat ini (2011) menjabat Menteri Perminyakan dan Mineral Arab Saudi.

Terbayangkah, hanya dengan mengembangkan hinaan menjadi dendam positif,  isu air segelas di masa lalu membentuknya menjadi salah seorang penguasa minyak yang paling berpengaruh di seluruh dunia.

Itulah kekuatan"DENDAM POSITIF" Kita tidak bisa mengatur bagaimana orang lain berperilaku terhadap kita.Kita tidak pernah tahu bagaimana  keadaan akan menimpa kita.

Tapi kita sepenuhnya punya kendali bagaimana menyikapinya. Apakah ingin hancur karenanya? Atau bangkit dengan semangat "Dendam Positif."

(dari buku Dendam Positif karya Isa Alamsyah dan Asma Nadia).

Kembalikan Pancasila dalam Kurikulum - Menjernihkan Tafsir Pancasila

*Dr. Adian Husaini***

* **

*HARIAN Republika, Rabu (11/5) menurunkan berita berjudul: "*Kembalikan Pancasila dalam Kurikulum". *Berita itu mengungkap pernyataan Ketua UmumPartai Golkar Aburizal Bakrie yang mempertanyakan mengapa Pendidikan Pancasila hilang di kurikulum pendidikan. Kata Aburizal, Pancasila tidak boleh dikerdilkan dengan hanya menjadi bagian dari pendidikan kewarganegaraan.

"Sikap Partai Golkar jelas, kembalikan materi pendidikan Pancasila menjadi bagian dari kurikulum pendidikan secara khusus, karena materinya harus diajarkan secara tersendiri," kata Aburizal Bakrie.

Menurut Aburizal Bakrie, penghapusan pendidikan Pancasila adalah sebuah upaya memotong anak bangsa ini dari akar budayanya sendiri. Pancasila adalah pintu gerbang masuk pelajaran tentang semangat nasionalisme, gotong royong, budi pekerti, nilai-nilai kemanusiaan, kerukunan, dan toleransi beragama.

Demikian seruan Partai Golkar tentang Pancasila sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umumnya. Akhir-akhir ini kita sering mendengar seruan berbagai pihak tentang Pancasila. Tentu saja, ini bukan hal baru. Berbagai seminar, diskusi, dan konferensi telah digelar untuk mengangkat kembali "nasib Pancasila" yang terpuruk, bersama dengan berakhirnya rezim Orde Baru, yang sangat rajin mengucapkan Pancasila.

Partai Golkar atau siapa pun yang menginginkan diterapkannya di Pancasila, seyogyanya bersedia belajar dari sejarah; bagaimana Pancasila dijadikan sebagai slogan di masa Orde Lama dan Orde Baru, dan kemudian berakhir dengan tragis. Sejak tahun 1945, Pancasila telah diletakkan dalam perspektif sekular, yang lepas dari perspektif pandangan alam Islam (*Islamic worldview*).

Padahal, sejak kelahirannya, Pancasila – yang merupakan bagian dari Pembukaan UUD 1945 sangat kental dengan nuansa Islamic worldview.

Contoh terkenal dari tafsir sekular Pancasila, misalnya, dilakukan oleh konsep Ali Moertopo, ketua kehormatan CSIS yang sempat berpengaruh besar dalam penataan kebijakan politik dan ideologi di masa-masa awal Orde Baru.

Mayjen TNI (Purn) Ali Moertopo yang pernah menjadi asisten khusus Presiden Soeharto merumuskan Pancasila sebagai "Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia". Tentang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, Ali Moertopo merumuskan, bahwa diantara makna sila pertama Pancasila adalah hak untuk pindah agama. "Bagi para warganegara hak untuk memilih, memeluk atau pindah agama adalah hak yang paling asasi, dan hak ini tidak diberikan oleh negara, maka dari itu negara RI tidak mewajibkan atau memaksakan atau melarang siapa saja untuk memilih, memeluk atau pindah agama apa saja."

Tokoh Katolik di era Orde Lama dan Orde Baru, Pater Beek S.J., juga merumuskan makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai konsep yang netral agama, dan tidak condong pada satu agama. Ia menggariskan tentang masalah ini:

"Barang siapa beranggapan Sila Ketuhanan ini juga meliputi anggapan bahwa Tuhan itu tidak ada, atheisme (materialisme); atau bahwa Tuhan berjumlah banyak (politeisme), maka ia tidak lagi berdiri di atas Pancasila. Pun pula jika orang beranggapan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa itu hanya tepat bagi kepercayaan Islam atau Yahudi saja, misalnya, maka orang semacam itu pada hakikatnya juga tidak lagi berdiri di atas Pancasila." (J.B. Soedarmanta, Pater Beek S.J., *Larut tetapi Tidak Hanyut*).

Tetapi, sebagian kalangan ada juga yang memahami, bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa juga menjamin orang untuk tidak beragama. Drs. R.M. S.S. Mardanus S.Hn., dalam bukunya, *"Pendidikan—Pembinaan Djiwa Pantja Sila", *(1968), menulis: *"Begitu pula kita harus mengetahui, bahwa orang yang ber-Tuhan tidak sekaligus harus menganut suatu agama. Bisa saja orang itu ber-Tuhan, yaitu percaya dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak memeluk suatu agama, karena ia merasa tidak cocok dengan ajaran-ajaran dan dogma-dogma agama tertentu. Orang yang ber-Tuhan tetapi tidak beragama bukanlah seorang ateis. Pengertian ini sebaiknya jangan dikaburkan."*

Pastor J.O.H. Padmaseputra, dalam bukunya,* "Ketuhanan di Indonesia"*(Semarang, 1968), menulis: "Apakah orang yang tidak beragama harus dipandang ateis? Tidak. Karena amat mungkin dan memang ada orang tidak sedikit yang percaya akan Tuhan, tetapi tidak menganut agama yang tertentu." (Dikutip dari buku Pantjasila dan Agama Konfusius karya RimbaDjohar, (Semarang: Indonezia Esperanto-Instituto, MCMLXIX), hal. 34-35).

Padahal, jika dicermati dengan jujur, rumusan sila Ketuhanan Yang Maha Esa ada kaitannya dengan pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Bung Hatta yang aktif melobi tokoh-tokoh Islam agar rela menerima pencoretan tujuh kata itu, menjelaskan, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah Allah, tidak lain kecuali Allah. Sebagai saksi sejarah, Prof. Kasman Singodimedjo, menegaskan: "Dan segala tafsiran dari Ketuhanan Yang Maha Esa itu, baik tafsiran menurut historisnya maupun menurut artinya dan pengertiannya sesuai betul dengan tafsiran yang diberikan oleh Islam." (Lihat, *Hidup Itu Berjuang, *Kasman Singodimedjo 75 Tahun (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hal. 123-125.)

Lebih jelas lagi adalah keterangan Ki Bagus Hadikusuma, ketua Muhammadiyah, yang akhirnya bersedia menerima penghapusan "tujuh kata" setelah diyakinkan bahwa makna Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tauhid. Dan itu juga dibenarkan oleh Teuku Mohammad Hasan, anggota PPKI yang diminta jasanya oleh Hatta untuk melunakkan hati Ki Bagus. (Siswanto Masruri, *Ki Bagus Hadikusuma, *(Yogyakarta: Pilar Media, 2005).

Sebenarnya, sebagaimana dituturkan Kasman Singodimedjo, Ki Bagus sangat alot dalam mempertahankan rumusan "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Sebab, rumusan itu dihasilkan dengan susah payah. Dalam sidang-sidang BPUPK, Ki Bagus dan sejumlah tokoh Islam lainnya juga masih menyimpan ketidakpuasan terhadap rumusan itu. Ia, misalnya, setuju agar kata "bagi pemeluk-pemeluknya" dihapuskan. Tapi, karena dalam sidang PPKI tersebut, sampai dua kali dilakukan lobi, dan  Soekarno juga menjanjikan, bahwa semua itu masih bersifat sementara.

Di dalam sidang MPR berikutnya, umat Islam bisa memperjuangkan kembali masuknya tujuh kata tersebut. Di samping itu, Ki Bagus juga mau menerima rumusan tersebut, dengan catatan, kata Ketuhanan ditambahkan dengan Yang Maha Esa, bukan sekedar "Ketuhanan", sebagaimana diusulkan Soekarno pada pidato tanggal 1 Juni 1945 di BPUPK. Pengertian inilah yang sebenarnya lebih masuk akal dibandingkan dengan pengertian yang diajukan berbagai kalangan. (Ibid).

Dalam bukunya, "*Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin" (*1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif juga mencatat, bahwa pada 18 Agustus 1945, Soekarno sebenarnya sangat kewalahan menghadapi Ki Bagus. Akhirnya melalui Hatta yang menggunakan jasa Teuku Mohammad Hasan, Ki Bagus dapat dilunakkan sikapnya, dan setuju mengganti "tujuh kata" dengan "Yang Maha Esa". Syafii Maarif selanjutnya menulis:

"Dengan fakta ini, tidak diragukan lagi bahwa atribut Yang Maha Esa bagi sila Ketuhanan adalah sebagai ganti dari tujuh kata atau delapan perkataan yang dicoret, disamping juga melambangkan ajaran tauhid (monoteisme), pusat seluruh sistem kepercayaan dalam Islam." Namun tidak berarti bahwa pemeluk agama lain tidak punya kebebasan dalam menafsirkan sila pertama menurut agama mereka masing-masing. (hal. 31).

Tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa identik dengan Tauhid, juga ditegaskan oleh tokoh NU KH Achmad Siddiq. Dalam satu makalahnya yang berjudul *"Hubungan Agama dan Pancasila" *yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:

"Kata "Yang Maha Esa" pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) merupakan imbangan tujuh kata yang dihapus dari sila pertama menurut rumusan semula. Pergantian ini dapat diterima dengan pengertian bahwa kata "Yang Maha Esa" merupakan penegasan dari sila Ketuhanan, sehingga rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" itu mencerminkan pengertian tauhid (monoteisme murni) menurut akidah Islamiyah (surat al-Ikhlas). Kalau para pemeluk agama lain dapat menerimanya, maka kita bersyukur dan berdoa." (Dikutip dari buku Kajian Agama dan Masyarakat, 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1975-1990, disunting oleh Sudjangi (Jakarta: Balitbang Departemen Agama, 1991-1992).

Jika para tokoh Islam di Indonesia memahami makna sila pertama dengan Tauhid, tentu ada baiknya para politisi Muslim seperti Aburizal Bakrie dan sebagainya berani menegaskan, bahwa tafsir Ketuhanan Yang Maha Esa yang tepat adalah bermakna Tauhid. Itu artinya, di Indonesia, *haram hukumnya *disebarkan paham-paham yang bertentangan dengan nilai-nilai Tauhid. Tauhid maknanya, men-SATU-kan Allah. Yang SATU itu harus Allah, nama dan sifat-sifat-Nya.

Allah dalam makna yang dijelaskan dalam konsepsi Islam, yakni Allah yang satu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan; bukan Allah seperti dalam konsep kaum Musyrik Arab, atau dalam konsep lainnya. Kata "Allah" juga muncul di alinea ketiga Pembukaan UUD 1945: "Atas berkat rahmat Allah….". Sulit dibayangkan, bahwa konsepsi Allah di situ bukan konsep Allah seperti yang dijelaskan dalam al-Quran.

Karena itu, tidak salah sama sekali jika para cendekiawan dan politisi Muslim berani menyatakan, bahwa sila pertama Pancasila bermakna Tauhid sebagaimana dalam konsepsi Islam. Rumusan dan penafsiran sila pertama Pancasila jelas tidak bisa dipisahkan dari konteks sejarah munculnya rumusan tersebut.

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 16 Rabiulawwal 1404 H/21 Desember 1983 memutuskan sebuah "Deklarasi tentang Hubungan Pancasila dengan Islam", yang antara lain menegaskan:

(1) Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.

(2) Sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.

(3) Bagi Nahdlatul Ulama (NU) Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia.

(4) Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.

(5) Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, NU berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak. (Lihat, pengantar K.H. A. Mustofa Bisri berjudul "Pancasila Kembali" untuk buku As’ad Said Ali, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, (Jakarta: LP3ES, 2009).

Kaum Muslim perlu mencermati kemungkinan adanya upaya sebagian kalangan untuk menjadikan Pancasila sebagai alat penindas hak konsotistusional umat Islam, sehingga setiap upaya penerapan ajaran Islam di bumi Indonesia dianggap sebagai usaha untuk menghancurkan NKRI.

Dalam ceramahnya saat Peringatan Nuzulul Quran, Mei 1954, Natsir sudah mengingatkan agar tidak terburu-buru memberikan vonis kepada umat Islam, seolah-olah umat Islam akan menghapuskan Pancasila. Atau seolah-olah umat Islam tidak setia pada Proklamasi. "Yang demikian itu sudah berada dalam lapangan agitasi yang sama sekali tidak beralasan logika dan kejujuran lagi," kata Natsir.

Lebih jauh Natsir menyampaikan, "Setia kepada Proklamasi itu bukan berarti bahwa harus menindas dan menahan perkembangan dan terciptanya cita-cita dan kaidah Islam dalam kehidupan bangsa dan negara kita"

Natsir juga meminta agar Pancasila dalam perjalannya tidak diisi dengan ajaran-ajaran yang menentang al-Quran, wahyu Ilahi yang semenjak berabad-abad telah menjadi darah daging bagi sebagian terbesar bangsa Indonesia. (M. Natsir, Capita Selecta 2).

Contoh penyimpangan penafsiran Pancasila pernah dilakukan dengan proyek indoktrinasi melalui Program P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pancasila bukan hanya dijadikan sebagai dasar Negara. Tetapi, lebih dari itu, Pancasila dijadikan landasan moral yang seharusnya menjadi wilayah agama. Penempatan Pancasila semacam ini sudah berlebihan.

Di Majalah Panji Masyarakat edisi 328/1981, mantan anggota DPR dari PPP, Ridwan Saidi pernah menulis kolom berjudul "Gejala Perongrongan Agama". Sejarawan dan budayawan Betawi ini mengupas dengan tajam pemikiran Prof. Dardji Darmodiharjo, salah satu konseptor P-4.

"Saya memandang sosok tubuhnya pertama kali adalah pada kwartal terakhir tahun 1977 pada Sidang Paripurna Badan Pekerja MPR, waktu itu Prof. Dardji menyampaikan pidato pemandangan umumnya mewakili Fraksi Utusan Daerah.

Pidatonya menguraikan tentang falsafah Pancasila. Sudah barang tentu uraiannya itu bertitik tolak dari pandangan diri pribadinya belaka. Dan sempat pula pada kesempatan itu Prof. Dardji menyampaikan kejengkelannya ketika katanya pada suatu kesempatan dia selesai ceramah tentang sikap hidup Pancasila, seorang hadirin bertanya padanya bagaimana cara gosok gigi Pancasila."

Kuatnya pengaruh *Islamic worldview *dalam penyusunan Pembukaan UUD 1945 – termasuk Pancasila terlihat jelas dalam sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Manusia Indonesia harus bersikap adil dan beradab. Adil dan adab merupakan dua kosa kata pokok dalam Islam yang memiliki makna penting.

Salah satu makna adab adalah pengakuan terhadap Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad saw sebagai Nabi, utusan Allah. Menserikatkan Allah dengan makhluk – dalam pandangan Muslim – bukanlah tindakan yang beradab. *Meletakkan manusia biasa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan utusan Allah SWT tentu juga tidak beradab.

Menempatkan pezina dan penjahat lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan orang yang bertaqwa, jelas sangat tidak beradab. *

Jadi, jika Golkar atau siapa pun bersungguh-sungguh menegakkan Pancasila di Indonesia, siapkah Golkar menegakkan Tauhid dan adab di bumi Indonesia? *Wallahu a’lam bil-sahawab.**

Paparan lebih lengkap tentang Pancasila bisa dilihat dalam buku: Adian Husaini, *"Pancasila bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam"*(Jakarta: GIP, 2010).

 

*Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini bekerjasama dengan Radio Dakta 107 FM *

Red: Cholis Akbar

http://hidayatullah.com/read/17026/16/05/2011/%E2%80%9Cmenjernihkan-tafsir-pancasila%E2%80%9D.html

TOday's Quotes (9)

"Al kholatu bimanzilatil ummi" , yakni " Ibu Mertua kedudukannya sebagai ibu." [HR. Tirmidzi dan Imam Ahmad]
 
"Seorang sahabat bertanya, Ya Rasulullah siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?
Nabi SAW menjawab: "Ibumu, Ibumu, Ibumu" kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu." [HR. Bukhori dan Muslim]

23 Mei 2011

Tiga Ucapan Untuk Tiga Kondisi

Oleh Ihsan Tandjung

Hidup di dunia bagi seorang mukmin merupakan daftar panjang menghadapi aneka ujian yang datang dari Allah Sang Pencipta Yang Maha Berkehendak lagi Maha Kuasa.

 

Terkadang hidup diwarnai dengan kondisi suka dan terkadang dengan kondisi duka. Seorang mukmin tidak pernah mengeluh apalagi menyalahkan Allah ketika sedang diuji dengan kesulitan hidup.

 

Ia selalu berusaha untuk tetap bersabar manakala ujian duka melanda hidupnya. Sebaliknya seorang mukmin tidak bakal lupa bersyukur tatkala sedang diuji dengan karunia kenikmatan

dari Allah.

 

Demikian indah dan bagusnya respon seorang mukmin menghadapi aneka ujian hidup sehingga Nabi Muhammad *shollallahu 'alaih wa sallam* mengungkapkan ketakjuban beliau.

 

"Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Sesungguhnya semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya." (HR Muslim 5318)

 

Bahkan Nabi Muhammad *shollallahu 'alaih wa sallam* mengajarkan kita agar memberikan respon yang sesuai untuk setiap kondisi ujian yang sedang datang kepada diri seorang mukmin.  

 

Dalam hadits di bawah ini sekurangnya Nabi mengajarkan tiga jenis ucapan berbeda untuk merespon tiga jenis kondisi ujian yang menghadang seorang mukmin dalam hidupnya di dunia.

 

"Barangsiapa dikaruniai Allah kenikmatan hendaklah dia bertahmid (memuji) kepada Allah, dan barangsiapa merasa diperlambat rezekinya hendaklah dia beristighfar kepada Allah. Barangsiapa dilanda kesusahan dalam suatu masalah hendaklah mengucapkan "Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim." (Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)" (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii')

  

Pertama, saat menghadapi kondisi memperoleh kenikmatan. Dalam kondisi seperti ini seorang mukmin diharuskan mengucapkan pujian bagi Allah, yaitu mengucapkan *Alhamdulillah*.

 

Sebab dengan dia mengucapkan kalimat yang menegaskan kembali bahwa segala karunia berasal hanya dari Allah, maka berarti ia menutup segala celah negatif yang bisa jadi muncul dan diolah setan, yaitu menganggap bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah karena kehebatan dirinya dalam berprestasi.

 

Setan sangat suka menggoda manusia dengan menanamkan sifat *'ujub* atau bangga diri bilamana baru meraih suatu keberhasilan atau kenikmatan. Manusia dibuat lupa akan kehadiran Allah yang pada hakekatnya merupakan sumber sebenarnya dari datangnya kenikmatan.

 

Jika Allah tidak izinkan suatu kenikmatan sampai kepada seseorang bagaimana  mungkin orang tersebut akan pernah dapat menikmatinya?

 

Sebenarnya dalam kehidupan di dunia kenikmatan Allah senantiasa tercurah kepada segenap hamba-hambaNya. Bahkan jumlah nikmat yang diterima setiap orang selalu saja jauh melebihi kemampuan orang itu untuk mensyukurinya.

 

Jangankan kemampuan bersyukur seseorang melebihi nikmat yang ia terima dari Allah, bahkan sebatas mengimbanginya saja sudah tidak akan pernah sanggup.

 

Maka, saudaraku, marilah kita lazimkan diri untuk sering-sering mengucapkan kalimat *tahmid*, baik saat kita menyadari datangnya nikmat maupun tidak.

 

Kedua, saat merasa berada dalam kondisi rezeki sedang diperlambat. Dalam kondisi seperti ini seorang mukmin disuruh untuk banyak mengucapkan kalimat *istighfar*. Kalimat *istighfar* berarti kalimat mengajukan permohonan agar Allah mengampuni dosa-dosa kita.

 

Nabi Hud menyuruh kaumnya untuk beristighfar dan menjamin bahwa dengan melakukan hal itu, maka hujan deras bakal turun. Istilah "hujan" di dalam tradisi ajaran Islam seringkali

bermakna rezeki.

 

Sehingga kaitannya menjadi sangat jelas. Orang yang sedang  merasa rezekinya lambat atau seret kemudian ia beristighfar, maka ia sedang berusaha mengundang turunnya hujan alias rezeki dari Allah.

 

 

"Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu  bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu." (QS Hud ayat 52)

 

 Ketiga, kondisi sedang dilanda kesusahan dalam suatu masalah. Menghadapi  kondisi seperti ini Nabi *shollallahu 'alaih wa sallam* menyuruh seorang mukmin untuk membaca kalimat *Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim*.

 

Kalimat ini sungguh sarat makna yang bermuatan aqidah. Bayangkan, kalimat ini bila diterjemahkan menjadi: Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

 

Kalimat ini kembali mengingatkan kita akan pentingya kemantapan iman Tauhid seorang mukmin. Begitu si mukmin membaca kalimat tersebut dengan penuh pemahaman, penghayatan dan keyakinan, maka saat itu juga jiwanya akan meninggi dan berusaha menggapai kekuatan dan pertolongan Allah yang Maha Kuat lagi Maha Terpuji.

 

Bila Allah telah mengizinkan kekuatan dan pertolonganNya datang kepada seseorang, maka masalah manakah yang tidak bakal sanggup diatasinya?

 

Oleh karena itu, sekali lagi kami tegaskan, Islam sangat mencela sikap ketergantungan seseorang kepada selain Allah saat menangani masalahnya.

 

Hanya Allah tempat bergantung, tempat kembali dan tempat memohon pertolongan. Hanya Allah tempat kita ber-tawakkal. Malah seorang mukmin tidak boleh ber-tawakkal kepada dirinya sendiri.

 

"Wahai Allah Yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Senantiasa Mengurusi, tidak ada tuhan selain Engkau, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah keadaan diriku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan nasibku kepada diriku sendiri (walau) sekejap mata, tidak pula kepada seorang manusiapun." (HR Thabrani 445)

Dikutip dari ERAMUSLIM 

 

TOday's Quotes (8)

Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bersholawat untuk nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.”
[H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim]

TOday's Quotes (7)

Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah maka Allah murka kepadanya. (HR.Tirmidzi)

TOday's Quotes (6)

Bersabda Rasulullah shollallahu alaih wa sallam: Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah taala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik. 
 (HR Tirmidzi 2065)

RE: TOday's Quotes (5)

Obatilah orang yang sakit dengan shodaqoh, bentengilah harta kalian dengan zakat dan tolaklah bencana dengan berdoa
(HR. Baihaqi) 

TOday's Quotes (4)

 
Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekan) budak, orang-orang yang mempunyai hutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang berada dalam perjalanan. (QS. At Taubah:60)

RE: TOday's Quotes (3)

Dari Ibnu Abbas r.a bahwasannya Nabi SA pernah melalui 2 kubur, lalu beliau SAW bersabda,
"Sesungguhnya kedua mayit sedang disiksa. Adapun salah seorang diantara keduanya, karena mengadu-ngadu memfitnah, adapun yang lain karena tidak mau membersihkan baulnya (lubang kubur dan dubur). Ada satu neraka  yang disediakan untuk orang yang tidak bersih dalam buang airnya.

20 Mei 2011

Tiga Ucapan Untuk Tiga Kondisi

Oleh Ihsan Tandjung

Hidup di dunia bagi seorang mukmin merupakan daftar panjang menghadapi aneka ujian yang datang dari Allah Sang Pencipta Yang Maha Berkehendak lagi Maha Kuasa.

 

Terkadang hidup diwarnai dengan kondisi suka dan terkadang dengan kondisi duka. Seorang mukmin tidak pernah mengeluh apalagi menyalahkan Allah ketika sedang diuji dengan kesulitan hidup.

 

Ia selalu berusaha untuk tetap bersabar manakala ujian duka melanda hidupnya. Sebaliknya seorang mukmin tidak bakal lupa bersyukur tatkala sedang diuji dengan karunia kenikmatan

dari Allah.

 

Demikian indah dan bagusnya respon seorang mukmin menghadapi aneka ujian hidup sehingga Nabi Muhammad *shollallahu 'alaih wa sallam* mengungkapkan ketakjuban beliau.

 

"Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Sesungguhnya semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya." (HR Muslim 5318)

 

Bahkan Nabi Muhammad *shollallahu 'alaih wa sallam* mengajarkan kita agar memberikan respon yang sesuai untuk setiap kondisi ujian yang sedang datang kepada diri seorang mukmin.  

 

Dalam hadits di bawah ini sekurangnya Nabi mengajarkan tiga jenis ucapan berbeda untuk merespon tiga jenis kondisi ujian yang menghadang seorang mukmin dalam hidupnya di dunia.

 

"Barangsiapa dikaruniai Allah kenikmatan hendaklah dia bertahmid (memuji) kepada Allah, dan barangsiapa merasa diperlambat rezekinya hendaklah dia beristighfar kepada Allah. Barangsiapa dilanda kesusahan dalam suatu masalah hendaklah mengucapkan "Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim." (Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)" (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii')

  

Pertama, saat menghadapi kondisi memperoleh kenikmatan. Dalam kondisi seperti ini seorang mukmin diharuskan mengucapkan pujian bagi Allah, yaitu mengucapkan *Alhamdulillah*.

 

Sebab dengan dia mengucapkan kalimat yang menegaskan kembali bahwa segala karunia berasal hanya dari Allah, maka berarti ia menutup segala celah negatif yang bisa jadi muncul dan diolah setan, yaitu menganggap bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah karena kehebatan dirinya dalam berprestasi.

 

Setan sangat suka menggoda manusia dengan menanamkan sifat *'ujub* atau bangga diri bilamana baru meraih suatu keberhasilan atau kenikmatan. Manusia dibuat lupa akan kehadiran Allah yang pada hakekatnya merupakan sumber sebenarnya dari datangnya kenikmatan.

 

Jika Allah tidak izinkan suatu kenikmatan sampai kepada seseorang bagaimana  mungkin orang tersebut akan pernah dapat menikmatinya?

 

Sebenarnya dalam kehidupan di dunia kenikmatan Allah senantiasa tercurah kepada segenap hamba-hambaNya. Bahkan jumlah nikmat yang diterima setiap orang selalu saja jauh melebihi kemampuan orang itu untuk mensyukurinya.

 

Jangankan kemampuan bersyukur seseorang melebihi nikmat yang ia terima dari Allah, bahkan sebatas mengimbanginya saja sudah tidak akan pernah sanggup.

 

Maka, saudaraku, marilah kita lazimkan diri untuk sering-sering mengucapkan kalimat *tahmid*, baik saat kita menyadari datangnya nikmat maupun tidak.

 

Kedua, saat merasa berada dalam kondisi rezeki sedang diperlambat. Dalam kondisi seperti ini seorang mukmin disuruh untuk banyak mengucapkan kalimat *istighfar*. Kalimat *istighfar* berarti kalimat mengajukan permohonan agar Allah mengampuni dosa-dosa kita.

 

Nabi Hud menyuruh kaumnya untuk beristighfar dan menjamin bahwa dengan melakukan hal itu, maka hujan deras bakal turun. Istilah "hujan" di dalam tradisi ajaran Islam seringkali

bermakna rezeki.

 

Sehingga kaitannya menjadi sangat jelas. Orang yang sedang  merasa rezekinya lambat atau seret kemudian ia beristighfar, maka ia sedang berusaha mengundang turunnya hujan alias rezeki dari Allah.

 

 

"Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu  bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu." (QS Hud ayat 52)

 

 Ketiga, kondisi sedang dilanda kesusahan dalam suatu masalah. Menghadapi  kondisi seperti ini Nabi *shollallahu 'alaih wa sallam* menyuruh seorang mukmin untuk membaca kalimat *Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim*.

 

Kalimat ini sungguh sarat makna yang bermuatan aqidah. Bayangkan, kalimat ini bila diterjemahkan menjadi: Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

 

Kalimat ini kembali mengingatkan kita akan pentingya kemantapan iman Tauhid seorang mukmin. Begitu si mukmin membaca kalimat tersebut dengan penuh pemahaman, penghayatan dan keyakinan, maka saat itu juga jiwanya akan meninggi dan berusaha menggapai kekuatan dan pertolongan Allah yang Maha Kuat lagi Maha Terpuji.

 

Bila Allah telah mengizinkan kekuatan dan pertolonganNya datang kepada seseorang, maka masalah manakah yang tidak bakal sanggup diatasinya?

 

Oleh karena itu, sekali lagi kami tegaskan, Islam sangat mencela sikap ketergantungan seseorang kepada selain Allah saat menangani masalahnya.

 

Hanya Allah tempat bergantung, tempat kembali dan tempat memohon pertolongan. Hanya Allah tempat kita ber-tawakkal. Malah seorang mukmin tidak boleh ber-tawakkal kepada dirinya sendiri.

 

"Wahai Allah Yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Senantiasa Mengurusi, tidak ada tuhan selain Engkau, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah keadaan diriku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan nasibku kepada diriku sendiri (walau) sekejap mata, tidak pula kepada seorang manusiapun." (HR Thabrani 445)

Dikutip dari ERAMUSLIM