16 Juni 2009

FW: [daarut-tauhiid] INILAH HAKEKAT SABAR


Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Sabar menurut bahasa adalah menahan. Adapun secara syar'i, maknanya adalah menahan diri dalam tiga perkara:
- Yang pertama, taat kepada ALLAH subhanahu wata'ala.
- Yang kedua, menahan diri dari perkara-perkara yang haram.
- Yang ketiga, menahan diri terhadap takdir ALLAH subhanahu wata'ala yang menyakitkan.
Ini adalah macam-macam sabar yang telah disebutkan oleh para ulama.

Adapun penjelasan dari masing-masing jenis sabar itu adalah sebagai berikut:

1. Seseorang bersabar di atas ketaatan kepada ALLAH subhanahu wata'ala,
karena taat sangat berat dan sulit oleh jiwa dan badan, di mana
seseorang merasa lemah, capek dan kepayahan dari sisi harta seperti
zakat dan haji. Yang jelas dalam ketaatan kepada ALLAH subhanahu
wata'ala terdapat kepayahan yang dirasakan oleh jiwa dan badan sehingga
dibutuhkan sabar dan pertolongan. ALLAH subhanahu wata'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)". (Ali-'Imran: 200).

2. Sabar untuk tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan oleh ALLAH
subhanahu wata'ala yaitu seseorang menahan diri dari segala sesuatu
yang diharamkan-Nya karena jiwa selalu menyuruh dan menyeru untuk
berbuat jelek sehingga manusia perlu menyabarkan diri, seperti
berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan bathil dengan cara
riba atau yang lainnya, zina, minum khamr, mencuri, dan yang semisalnya
dari dosa-dosa besar. Sehingga seseorang harus mampu menyabarkan diri
darinya sehingga terjerumus ke dalam maksiat dan ini membutuhkan
pertolongan dan menahan diri dan hawa nafsu.

3. Sabar terhadap takdir-takdir ALLAH subhanahu wata'ala yang menyakitkan karena
takdir-Nya terkadang membahagiakan dan menyakitkan. Adapun takdir yang
membahagiakan maka perlu untuk disyukuri, sedangkan bersyukur termasuk
ketaatan kepada ALLAH sehingga termasuk jenis yang pertama, sedangkan
takdir yang menyakitkan dirasakan tidak enak oleh manusia dengan diberi
cobaan pada badannya, hilangnya harta, keluarganya dan masyarakatnya.

Yang jelas jenis musibah yang menimpa manusia sangat banyak sehingga
diperlukan sabar dan pertolongan. Dia menyabarkan jiwanya dari segala
sesuatu yang diharamkan baginya, seperti menampakkan keluh kesah dengan
lisan, kalbu atau anggota badan, karena seseorang yang tertimpa musibah
tidak lepas dari empat kondisi:
- Yang pertama, marah atas musibah yang menimpanya
- Yang kedua, bersabar
- Yang ketiga, ridha
- Dan yang keempat, bersyukur.

Keempat kondisi berikut ada pada manusia tatkala tertimpa musibah:

1) Adapun kondisi yang pertama, seseorang marah terhadap musibah yang
menimpanya, apakah hal itu ditunjukkan dengan kalbu, lisan atau anggota
badannya. Marah dengan kalbu dengan berprasangka jelek kepada ALLAH
subhanahu wata'ala berupa kemarahan kepada-Nya –aku berlindung kepada
ALLAH dari perkara ini- atau hal-hal yang semacamnya dan seakan-akan
ALLAH subhanahu wata'ala telah menzhaliminya dengan musibah ini. Adapun
dengan lisan maka ditunjukkan dengan mengucapkan kata-kata umpatan,
kecelakaan, seperti mengatakan aduh, celakanya atau kata-kata yang
semakna, mencela zaman sehingga menghina ALLAH subhanahu wata'ala dan
yang semisalnya. Adapun dengan anggota badan seperti menampar-nampar
pipi, memukul kepala, mencabik-cabik rambut, merobek-robek baju atau
yang semisalnya.

Kemarahan seperti ini adalah kondisi
orang-orang yang banyak keluh kesahnya yang mana ALLAH subhanahu
wata'ala telah haramkan mereka untuk mendapat pahala dan tidak akan
selamat dari musibah bahkan mereka mendapatkan dosa karenanya sehingga
mereka mendapat dua musibah yaitu musibah dalam agamanya dengan
kemarahannya tersebut dan musibah di dunia dengan tertimpa sesuatu yang
menyakitkan.

2) Kondisi yang kedua adalah bersabar terhadap musibah yang menimpanya yaitu dengan menahan jiwanya sementara dia
merasa tidak suka terhadap musibah tersebut namun dia menyabarkan diri
dengan menahan lisannya atau berbuat sesuatu yang akan mendatangkan
murka ALLAH subhanahu wata'ala atau sama sekali tidak ada prasangka
buruk dalam kalbunya terhadap ALLAH subhanahu wata'ala, dia bersabar
namun tidak suka terhadap musibah yang menimpanya.

3) Yang ketiga adalah merasa ridha terhadap musibah yang menimpanya di mana
seseorang merasa lapang dada terhadap musibah yang menimpanya dan
memiliki keridhaan yang sempurna sehingga seakan-akan tidak tertimpa
musibah.

4) Kondisi terakhir adalah bersyukur atas musibah yang
menimpanya dan Rasulullah jika melihat sesuatu yang beliau tidak sukai
mengatakan, "Alhamdullilah 'ala kulli hal (Segala puji bagi ALLAH atas
segala keadaan)". Beliau bersyukur karena ALLAH subhanahu wata'ala
memberikan pahala yang berlipat atas musibah yang menimpanya. Oleh
sebab itu diriwayatkan dari beberapa wanita yang ahli ibadah yang
tertimpa musibah pada jari-jemarinya maka wanita itu memuji ALLAH
subhanahu wata'ala sehingga orang-orang bertanya kepadanya, "Bagaimana
mungkin kamu memuji ALLAH subhanahu wata'ala sedang jari-jemarimu
terluka?" Maka dia menjawab, "Sesungguhnya kenikmatan pahalanya telah
membuatku lupa terhadap pahitnya sabar".

Dan ALLAH-lah yang Maha Pemberi Taufik.

(Diterjemahkan dari Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, sumber: www.ulamasunnah.wordpress.com)

Tidak ada komentar: