16 Januari 2012

Seorang Muslim Mestinya Dapat Dipercaya

TIDAK bisa kita pungkiri bahwa sifat amanah (kejujuran) adalah hal yang mulai langka saat ini. Padahal sifat amanah itu adalah syarat menuju kebangkitan dan kejayaan. Tidak akan ada orang yang tampil menjadi pemimpin besar tanpa memiliki sifat amanah. Karena keadilan tidak akan tegak kecuali di tangan orang-orang yang dapat dipercaya.

Hari ini, tidak sedikit orang yang mengutamakan cara berpikir pragmatis dalam bekerja juga termasuk dalam berdakwah. Inilah yang menjadikan kondisi umat Islam secara keseluruhan belum mampu tampil ke permukaan sebagai umat terbaik.

Akhirnya muncul logika, “Apa yang bisa saya dapatkan”. Padahal motto hakiki yang mesti dimiliki setiap Muslim adalah, “Apa yang bisa saya bantu, apa yang bisa saya berikan,” bukan sebaliknya. Apalagi ikut-ikutan pakai jurus ‘aji mumpung’. “Yah, mumpung masih menjabatlah, cepat-cepat kumpulin kekayaan. Lima tahun lagi kalau gak kepilih kan gak bisa menikmati!”

Kalau kita data, ada cukup banyak anggota DPR, pejabat negara yang tersandung kasus korupsi dan harus mendekam dalam bui. Sementara itu, mereka juga orang Islam yang dari namanya saja sudah bisa diketahui.

Dalam dunia dakwah juga mulai banyak praktik pragmatisme ini. Ketika seorang aktivis ditunjuk sebagai ketua misalnya. Logika yang terbangun adalah, “Wah untuk apa saya susah-susah mengerjakan hal-hal begini. Belum tentu nanti kalau bagus hasilnya saya bisa menikmati.”

Logika itulah yang menjadi sebab utama, mengapa umat Islam miskin produktivitas, miskin prestasi. Bekerja tidak lagi murni karena Allah, tidak lagi murni karena memperjuangkan umat Islam.

Tengoklah bagaimana sikap kaum Anshor tatkala menerima kedatangan kaum Muhajirin yang datang ke Madinah. Kaum Muhajirin datang ke Madinah tanpa perbendaharaan harta (istilah sekarang MADESU alias masa depan suram).

Akan tetapi kaum Anshor tak ragu untuk berbagi dengan kaum Anshor. Seluruh milik mereka dipersilakan separuhnya untuk kaum Muhajirin.

Apa pasal kaum Muhajirin berani bersikap seperti itu? Karena kaum Anshor mengenal dengan pasti bahwa kaum Muhajirin adalah para pengikut utama rasulullah saw yang tentu jika diberi kepercayaan akan memiliki komitmen, punya etos kerja yang bagus, juga memiliki dedikasi yang tinggi.

Kunci Sukses Nabi

Amanah adalah senjata utama rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Sejak kecil beliau telah dikenal oleh penduduk Makkah sebagai al-amin (orang yang jujur, dapat dipercaya). Perangainya yang jujur tersebut membuat saudagar kaya-raya, Khadijah tertarik merekrut beliau sebagai direktur pemasaran dalam perniagaan yang diusahakannya.

Bahkan karena kekagumannya yang tak terbendung akan kejujuran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, Khadijah pun yakin dengan sepenuh hati, bahwa dirinya tidak akan merugi bila melamar rasulullah saw sebagai suaminya. Artinya sikap amanah nabi kala itu telah mengantarkan beliau sukses menjadi figur di tengah masyarakat, sukses sebagai pedagang, sebagai pemimpin dan sebagai utusan Allah SWT.

Jadi pantaslah jika Rasulullah menegaskan bahwa amanah adalah cermin keimanan seorang Muslim. “Rasulullah tidak pernah berkhutbah untuk kami kecuali ia mengatakan : “Tidak adakeimanan bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak pandai memeliharanya.” (HR Imam Ahmad bin Hambal).

Etos Kerja dan Keuntungan Besar

Sikap amanah akan mendorong seorang Muslim memiliki etos kerja yang baik. Baginya, segala aktivitas adalah dalam rangka mendapat ridho Allah, termasuk dalam hal bekerja. Oleh karena itu, dia akan menjaga dirinya dari berbuat curang, korup, dan beragam tindak tercela lainnya yang dapat merusak kualitas keimanannya.

Seperti yang populer diriwayatkan dalam sejarah kekhalifahan Umar bin Khattab mengenai seorang gadis yang dipaksa oleh ibunya agar mencampur susu yang hendak dijual esok hari agar dicampur dengan air.

“Campurlah susu itu dengan air wahai putriku,” ujar si ibu. “Tidak ibu, aku tidak akan pernah melakukan hal itu,” tegas sang anak. “Bukankah tidak ada orang yang melihat kita, tidak ada khalifah di sini,” timpal sang ibu. Sang anak langsung menjawab dengan tegas, “Apakah ibu lupa bahwa Allah melihat segala sesuatu.”

Mendengar jawaban sang gadis, Umar yang ketika itu sedang dalam perjalanan patroli, langsung membuat satu keputusan besar. Khalifah kedua itu langsung menikahkan putranya dengan putri penjual susu itu. Apa pasal, tidak akan merugi selamanya orang yang menjadikan amanah sebagai perangai dalam hidupnya.

Keuntungan dunia tak membuatnya tergoda untuk bertindak dosa. Justru sebaliknya, kesusahan hidup yang dirasa, justru membuatnya kian semangat bekerja dengan mematuhi sepenuh hati syariah Allah Subhanahu Wata’ala.

Luar biasa, atas kehendak Allah, akhirnya dari keturunan putra Umar dan gadis penjual susu itu lahirlah khalifah terbaik pasca khulafaur rasydin, yaitu Umar bin Abdul Azis. Sungguh satu keuntungan yang sangat besar.

Setiap Kita Mengemban Amanah

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda; “Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan masing-masing kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang pembantu adalah pemimpin dalam memelihara harta tuannya dan ia akan ditanya pula tentang kepemimpinannya”, (HR Imam Bukhori).

Oleh karena itu, marilah kita berupaya menumbuhkan sikap amanah dalam diri kita. Yaitu dengan sungguh-sungguh memelihara iman. Kaya jangan membuat kita kikir, apalagi sombong, semena-mena, karena harta benda itu hakikatnya hanyalah titipan bahkan boleh jadi justru sebuah ujian.

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. 8 : 29).

Sebaliknya Allah melarang setiap Muslim menjadi pengkhianat atau pengabai amanah. Sebagaimana Allah SWT tegaskan;

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal : 27).

Ringkasnya sebagai apapun, kita wajib menjadi Muslim yang amanah. Jika anda guru, maka mengajarlah dengan penuh semangat dan keteladanan. Jika anda pejabat, maka bekerjalah dengan penuh semangat untuk kepentingan ummat. Jika anda pelajar, maka belajarlah dengan sungguh-sungguh demi mendapat ilmu yang bermanfaat untuk menegakkan agama AllahSubhanahu Wat’ala.

Jika bukan amanah Allah yang kita perjuangkan lantas kebahagiaan dari siapa yang bisa kita harapkan? Tanpa mentalitas amanah yang baik, mustahil kebangkitan umat Islam akan tegak di muka bumi. Wallahu a’lam./Imam Nawawi


Rep: Imam Nawawi
Red: Administrator

dikutip dari hidayatullah


Muhammad Rasulullah May Allah's blessings and peace be upon him

Tidak ada komentar: